Wali Nanggroe Nilai Pendidikan Aceh Perlu Direformasi Secara Menyeluruh

Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haytar memberikan sambutan dalam acara halalbihalal Ikatan Keluarga Alumni (IKA) USK di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Kopelma Darussalam, Banda Aceh, Selasa, 31 Mei 2022. (Foto: Humas LWN Aceh)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Sejak tahun 1959, kondisi pendidikan Aceh mengalami pasang surut. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, akibat konflik senjata yang berkepanjangan, musibah tsunami tahun 2004, dan yang teranyar adalah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Aceh.

banner 72x960

“Oleh karena itu, diperlukan upaya reformasi secara menyeluruh pendidikan di Aceh, khususnya pendidikan pra sekolah serta pendidikan dasar dan menengah,” ujar Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haytar dalam acara halalbihalal Ikatan Keluarga Alumni (IKA) USK di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Kopelma Darussalam, Banda Aceh, Selasa, 31 Mei 2022,

Malik Mahmud menjelaskan, pada masa Kerajaan Aceh Darussalam ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat di berbagai sektor, antara lain pendidikan agama, bahasa, ilmu hukum, seni budaya, militer, dan olahraga.

Pada masa Sultan Iskandar Muda, Aceh juga menjadi salah satu pusat perkembangan pendidikan di Asia Tenggara.

“Sejarah kegemilangan Aceh pada masa kerajaan bukan sekedar bahan nostalgia masa lalu, tapi juga harus dijadikan sebagai guru, untuk menyajikan pengalaman-pengalaman dan pesan-pesan kepada generasi muda. Begitu pula tentang sejarah Kopelma Darussalam, pelajari sejarahnya, berpegang teguh pada nilai-nilai historis pendirian Kopelma Darussalam ini,” katanya.

Kehadiran Kopelma Darussalam, tambah Wali Nanggroe, tidak terlepas dari sejarah Perjanjian Lamteh pada 7 Maret 1957, sebagai ikrar damai dan membangun kembali Aceh, termasuk salah satunya di sektor pendidikan.

“Sejarah ini wajib diketahui secara baik oleh generasi muda Aceh, termasuk kesepakatan damai MoU Helsinki 15 Agustus tahun 2005 antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia. Jangan pernah lupakan sejarah kita,” ucapnya.

Dunia pendidikan Aceh pada 2 September 1959, menjadi tolak ukur karena pada masa itu didirikan Kopelma Darussalam yang kemudian di dalamnya berdiri tiga lembaga pendidikan yaitu, Unsyiah (kini USK), IAIN Ar-Raniry (sekarang UIN Ar-Raniry) dan Dayah Manyang Tgk Chik Pante Kulu, yang kini menjadi STIK Tgk Chik Pante Kulu.

“Tanggal 2 September 1959 kemudian dikenal Hari Pendidikan Aceh,” sebut Wali Nanggroe.

Di masa sekarang, kata Malik, spirit Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, pendidikan yang dibangun adalah bertaraf internasional, meskipun sekarang di taraf nasional masih jauh tertinggal.

Namun demikian, saat ini masyarakat Aceh patut bersyukur atas capaian-capaian yang diraih USK dan UIN Ar-Raniry dengan berbagai prestasi yang diraih di level internasional.

“Dengan silaturahmi hari ini, saya yakin kita dapat membuka era baru yang lebih konkrit lagi di bidang pendidikan di Aceh tercinta ini. Sehingga Aceh kembali menjadi sumbu peradaban modern, bukan hanya di nusantara, tetapi bahkan di dunia seperti masa silam yang berpusat di Kopelma Darussalam ini,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *