Kisah Pria Asal Pidie Sukses ‘Mendulang’ Ikan Mas di Aceh Tenggara

Zulkarnain menebar pakan ikan di kolamnya. (Theacehpost.com/Armentoni)

ACEH Tenggara selain dikenal sebagai penghasil kakao (coklat), kemiri, karet, dan aneka buah-buahan juga menjadi lumbungnya ikan air tawar. Salah satu jenis ikan primadona dari Aceh Tenggara adalah ikan mas. Hingga saat ini jumlah masyarakat daerah itu yang membudidayakan ikan mas terus meningkat. Termasuklah di antaranya sosok pria bernama Zulkarnain, asal Pidie. Beberapa sisi kehidupan pria kelahiran 1969 ini direkam oleh Armentoni, Kontributor Theacehpost.com di Kutacane dan disajikan sebagai kisah inspiratif edisi ini.

banner 72x960

 

Sosok Zulkarnain, pria Aceh asal Pidie, kini menjadi petani sukses di Kabupaten Aceh Tenggara. Meskipun secara ekonomi sudah tergolong mapan, namun kehidupannya sehari hari tetap sederhana.

Usaha yang digeluti pria kelahiran Desa Beutung Pocut, Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie 53 tahun silam itu adalah membudidayakan ikan mas di Desa Istiqomah, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara.

Dari hasil usahanya itu, ia mampu menguliahkan putri sulungnya  Fitri Wahyuni di salah satu Perguruan Tinggi di Kota Langsa dan sudah memasuki tahun terakhir. Dia juga bias membiayai putra bungsunya, Wisnu Pratama di Pesantren Darul Quran di Desa Kumbang Indah, Kabupaten Aceh Tenggara. Wisnu sudah mampu menghafal Quran 30 juz dan akan diwisuda pada 26 Maret 2022.

Di samping itu, atas kesungguhannya menggeluti bidang perikanan darat sejak 10 tahun terakhir, suami dari Desmawati ini sudah mempunyai  aset dua petak kolam ikan ukuran 68×75 meter dan 120×40 meter. Dua petak kolam masih berstatus gadai seharga Rp 75 juta yang bisa diisi bibit ikan masing masing 3.000 benih. Dia juga memiliki 1,5 hektare kebun, mobil pribadi dan sepeda motor. Kalau dirupiahkan, total asetnya hampir mencapai Rp1 milliar.

“Sumber pendapatan utama saya dari hasil ikan mas,” ungkap Zulkarnain kepada Theacehpost.com di rumahnya, Minggu, 14 Maret 2022.

Menurut Zulkarnain, membudidayakan ikan mas mampu membangkitkan ekonomi keluarganya di masa pandemi Covid-19 termasuk bisa mengatasi pengangguran di desa.

Saat panen dibutuhkan tukang jaring sebanyak 5 orang, petugas lansir ke keramba penampungan antara tiga hingga lima orang. Mereka digaji Rp 50.000 plus rokok dan makan. Waktu kerja hanya beberapa jam saja.

Salah satu hamparan kolam berlokasi tak jauh dari rumahnya. Kolam itu berukuran 68×75 meter berisi 5.000 ekor ikan yang kini berusia 1,5  bulan. “Bibitnya dibeli Rp 550 per ekor dengan ukuran 2-3 inci,” ujar Zulkiarnain sambal menebar pakan ke kolam.

Dia menjelaskan, hingga panen untuk satu petak kolam menghabiskan 90 zak dengan harga Rp 480.000 per zak ukuran 50 kg.

Ikan diberi makan setiap harinya minimal dua kali, pagi sekitar pukul 09. 00 WIB dan sore pukul 16. 00 WIB. “Masa panen setiap 4 bulan sekali,” terangnya.

Kolam lainnya berjarak sekitar 300 meter. Luasnya 120×40 meter berisi 5.000 ikan yang kini berusia 2,5 bulan. Ketika pakan dilempar ke kolam, terlihat ribuan ikan berhmapuran ke permukaan.

Saat ini, harga ikan mas (pengambilan di tempat) Rp.23.000/kg. Sebelum pandemi, Zulkarnain pernah panen 2,5 ton per petak dengan menghabiskan pakan 50 zak.

Keuntungan bersih sekali panen mencapai Rp 25 juta hingga Rp 27 juta. Namun di saat pandemi, harga pakan melonjak dan pasaran ikan menurun. ditambah lagi tantangan cuaca yang kadang ekstrem  yang bisa membuat ikan sakit. “Tapi, alhamdulillah masih adalah dapat untung, meskipun tidak banyak, pasaran kadang naik kadang turun,”  ujar pria berkulit hitam manis ini.

“Hijrah’ ke Aceh Tenggara

Zulkarnain mengisahkan tentang asal mula kepindahannya ke Aceh Tenggara. Pertama jumpa dengan istrinya sama-sama sebagai karyawan di salah satu perusahan di Langsa tahun 1995, kemudian  menikah dan tinggal di kompleks perusahaan, namun karena terjadi konflik pada 1999, perusahaan tutup akhirnya pindak ke Aceh Tenggara di tahun itu juga.

Setelah pindah ke Aceh Tenggara, dan menetap di Desa Pulo Piku yang kini mekar menjadi Desa Istiqomah. Pada tahap-tahap awal, dia bekerja serabutan termasuk sebagai penderes karet.

Dalam perjalanan waktu, Zulkarnain tertarik untuk mencoba peruntungan sebagai petani ikan air tawar. Dia menyewa sepetak kolam ukuran kecil milik tetangga, beli bibit dan pakan dengan modal sendiri yang pas-pasan.

Selama 10 tahun tarakhir, Zulkarnain semakin eksis menekuni usahanya, apalagi ada kemudahan sistem kredit pakan, pakan dibayar setelah panen. “Alhamdulillah inilah keadaan saya sekarang,” ujar Zulkarnain yang juga dipercaya sebagai pengurus masjid di desanya.

Komoditi andalan

Kadis Perikanan Aceh Tenggara, Firman Desky, SSTP, MAP kepada Theacehpost.com, Selasa, 15 Maret 2022 menuturkan, pihaknya terus berupaya mendukung program pemerintah untuk menjamin ketersediaan  bahan pangan khususnya di sektor perikanan.

Kadis Perikanan Aceh Tenggara, Firman Desky. (Theacehpost.com/Armentoni)

Menurut Firman, ikan mas, nila, lele dan gurami masuk dalam komoditi andalan. Saat ini terdapat 1.013 hektare luas lahan produktif perikanan darat dari 1.595 rumah tangga pelaku usaha perikanan (RTP) di Aceh Tenggara.

Dikatakannya, ada tiga kecamatan di Aceh Tenggara sebagai tempat paling potensial pembudidayaan ikan mas, yaitu Lawe Bulan, Deleng Pokhkison, dan Kecamatan Darul Hasanah.

“Kecamatan Lawe Bulan dan Kecamatan Deleng Pokhkison masuk dalam kawasan Mina Politan Aceh Tenggara yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” kata Firman.

Produksi rata-rata ikan air tawar dari ketiga kecamatan tersebut sebanyak 14 ton/hari. Dari jumlah itu bisa menutupi kebutuhan pasar lokal sekitar lima ton dan kebutuhan luar daerah sembilan ton.

Untuk Provinsi Sumut disuplai ke Kabupaten Karo, Pak Pak Bharat, Dairi, Kota Binjai, Kota Medan, Lubuk Pakam, dan Siantar. Sementara untuk lintas tengah Aceh disuplai ke Aceh Tengah, Bener Meriah dan Bireuen, sedangkan untuk barat-selatan termasuk Kota Subulussalam, Singkil, Aceh Selatan, Nagan Raya, dan Aceh Barat.

Berdasarkan hitungan rata-rata hasil dari seluruh wilayah perikanan di Kabupaten Aceh Tenggara menghasilkan 578 ton/bulan. Jika jumlah tersebut dibagi 30 berarti bisa 19 ton setiap hari.

Untuk keberhasilan program perikanan, peningkatan kapasitas petani menjadi salah salah satu prioritas. Pada 2021, ada semacam pendampingan dari penyuluh yang tugas utamanya melakukan pembinaan kelompok secara terus menerus.

Firman berharap melalui program yang sudah dijalankan setiap tahunnya, terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana, agar dijaga dan dioptimalkan fungsinya. Kemudian yang  berkaitan dengan penyerahan bantuan, terutama benih, pakan, dan obat-obatan diimbau agar seluruh anggota kelompok bisa bekerjasama.

“Balai Benih Ikan (BBI) sebagai sentral penciptaan benih bisa menjamin ketersediaan ikan yang menjadi komoditi andalan Aceh Tenggara. Masyarakat juga tak perlu khawatir ketersediaan ikan, termasuki untuk kebutuhan bulan Ramadhan yang segera menjelang,” demikian Kadis Perikanan Aceh Tenggara. []

 

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *