Dr Safrizal: Aceh Tak Bisa Lagi Andalkan Otsus, Jika Tanpa Strategi

Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Dr Safrizal saat mengisi kuliah umum di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (USK). [Dok. USK]

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Kepemimpinan kolaboratif menjadi salah satu pendekatan yang mendukung suksesnya proses transisi sebuah pemerintahan.

banner 72x960

Hal itu dikatakan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Dr Safrizal saat mengisi kuliah umum di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (USK).

Ia menjelaskan, banyak cara yang bisa dilakukan agar proses transisi sebuah pemerintahan berjalan baik. Selain kepemimpinan kolaboratif, ia juga menekankan pentingnya sinergi Forkopimda serta merangkul seluruh elemen masyarakat.

Kepemimpinan religius yang dekat dengan alim ulama, juga termasuk di antaranya. Untuk menjalani transisi, sebuah kepemimpinan perlu responsif, matang dalam kebijakan, maksimal dalam memanfaatkan sumber daya, serta kepemimpinan yang melayani.

“Namun kepemimpinan transisi juga mempunyai sejumlah tantangan, seperti situasi pandemi, belum tau kapan berakhir. Potensi bencana alam, tidak bisa diprediksi tapi bisa dimitigasi. Kontestasi politik, pemilu, pilkada serentak pertama kali dalam sejarah bangsa. Kondusifitas dan stabilitas Aceh jadi fokus utama dan iklim investasi,” jelas Safrizal, seperti diberitakan laman resmi USK.

Sejak sekarang, lanjutnya, kepemimpinan mulai dari daerah hingga pusat sudah harus memastikan “Langkah Seabad Indonesia Emas” agar tahun 2045 hal ini menjadi kenyataan. Menurutnya, untuk maju mau tak mau harus ada investasi.

“Kalau gak ada pabrik besar, ekonomi akan berjalan di tempat, susah. Untuk itu harus ada kemudahan investasi dan trust,” ujar lelaki yang pernah menjabat Pj Gubernur Kalimatan Selatan. Baginya, investasi tidak akan berjalan jika infrastruktur tidak cukup.

Terkait Aceh, ia melihat punya peluang dan potensi. Hanya saja perlu fokus segmentasi apa yang hendak serius digarap. Keberadaan dana otsus maupun UUPA, dikatakan Dirjen Kemendagri ini, sesungguhnya menjadi kekuatan Aceh. Tinggal bagaimana menjelaskannya dengan baik dan benar demi kemajuan di mata pusat.

“Kita punya peluang, tapi belum memanfaatkan dengan maksimal. Pemerintah pusat bisa adaptif dalam menerima lex spesialis Aceh, sepanjang bisa dijelaskan dengan baik,” bebernya.

Karenanya, untuk membangun Aceh harus ada kerja sama semua pihak. Bukan hanya tanggung jawab pusat maupun pemerintah daerah. Safrizal menyatakan tidak bisa menyelesaikan semua hal dengan otsus, bila tanpa strategi.

Ia meminta Aceh benar-benar fokus, apalagi tahun depan dana otsus tinggal satu persen, walaupun ada upaya untuk penambahan.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *