Warga Gampong Pande Tegaskan Tetap Tolak IPAL

Keuchik Gampong Pande, Deo Fiscia Erjiansyah, saat menerangkan peta wilayah Gampong Pande serta alasannya menolak proyek IPAL di kampungnya. (Dok. Agam)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Warga Gampong Pande, Kecamatan Kuta Raja, Banda Aceh hingga kini tetap bersikukuh menolak proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di desanya.

banner 72x960

Keuchik Gampong Pande, Deo Fiscia Erjiansyah dan Ketua Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (Formasigapa), Ahmad Nawawi memastikan hal itu untuk merespons rencana Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman yang mengatakan bakal melanjutkan proyek tersebut.

“Saya selaku Keuchik Gampong Pande mewakili warga menegaskan, bahwa kami tetap menolak pembangunan proyek IPAL di gampong kami,” ujar Deo, Kamis 10 Februari 2022.

Baca juga:

Pemko Banda Aceh Diminta Segera Relokasi Proyek IPAL

MPU Banda Aceh Menolak Kelanjutan Proyek IPAL, Segera Terbitkan Tausiah

FOTO: Menelisik Proyek IPAL di Makam Para Raja

Sementara Ahmad Nawawi mengatakan, penolakan ini bagian dari komitmen warga menyelamatkan berbagai situs sejarah di Pande.

“Ini adalah komitmen, kami tetap menolak dilanjutkannya proyek IPAL demi menyelamatkan situs sejarah gampong,” ucapnya.

Ia menjelaskan, warga sejak awal tidak pernah menyetujui pembangunan IPAL. Bahkan menurutnya sejak tahun 2015 Pemerintah Kota Banda Aceh tidak pernah sekali pun datang ke Gampong Pande untuk bermusyawarah dengan mereka terkait proyek itu.

Sempat terhenti, proyek IPAL berlanjut pada Februari 2021 seperti dinyatakan dalam surat Wali Kota Banda Aceh kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sementara itu, jauh hari sebelumnya, warga dan perangkat Gampong Pande sudah mengingatkan wali kota tentang keberadaan situs sejarah di kawasan proyek IPAL. Surat itu mereka layangkan pada 6 September 2017. Isinya membahas tapal batas dan pelestarian situs sejarah di Gampong Pande.

Bertahun-tahun, warga setempat waswas dengan kelanjutan proyek ini. Pada Maret 2021, ratusan warga Pande membubuhkan tanda tangan massal menolak IPAL. Mereka menuangkan paraf tersebut dalam surat yang ditujukan ke Menteri PUPR RI C/q Direktur Jenderal Cipta Karya dan Wali Kota Banda Aceh.

“Warga resmi menolak proyek IPAL yang dikhawatirkan memusnahkan bukti sejarah peradaban Aceh, dan meminta agar proyek tersebut dihentikan selamanya,” tegas Ahmad lagi.

Dalam suratnya kepada Menteri PUPR, Formasigapa menguraikan beberapa hal. Pertama, Gampong Pande merupakan kota tua yang terbenam sejarah masa lalu, terbukti dengan adanya benda-benda bersejarah yang muncul pasca tsunami di Aceh pada tahun 2004.

Kedua, saat dimulainya pembangunan proyek IPAL sekitar tahun 2015, di areal pembangunan ditemukan makam kuno, sehingga memancing kericuhan masyarakat Aceh pada saat itu. Warga mendesak proyek dihentikan untuk menyelamatkan lokasi temuan nisan berusia ratusan tahun itu.

Mereka mengacu pada UU 11/2010, bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan dan kawasan cagar budaya di darat maupun air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan agama dan kebudayaan.

Selanjutnya juga terungkap pada November 2017 silam, Gubernur Aceh kala itu, Irwandi Yusuf menegaskan proyek IPAL dihentikan dan dipindahkan ke lokasi lain. Hal itu disampaikannya usai meninjau langsung lokasi pembangunan.

“Proyek tersebut merupakan kecelakaan sejarah,” ujar Ahmad Nawawi, menirukan keterangan Irwandi di media massa kala itu.

Pembangunan IPAL dikhawatirkan bakal merusak jejak-jejak peradaban Islam dan identitas sejarah Aceh. Apalagi lokasi tersebut tercatat sebagai titik nol Kota Banda Aceh dan tempat para ulama dan bangsawan Aceh dimakamkan.

“Situs-situs bersejarah di Gampong Pande merupakan bagian dari sejarah Aceh secara keseluruhan,” tegasnya.

Menyusul surat wali kota perihal berlanjutnya proyek IPAL, warga Gampong Pande pun menggelar rapat pada 13 Maret 2021. Mereka semua tetap sepakat menolak proyek itu, selain karena dinilai mengabaikan aspek historis, kontroversi proyek itu juga bisa memicu perpecahan di antara sesama warga.

Seperti munculnya klaim Pemko Banda Aceh bahwa Keuchik Pande kala itu, Amiruddin ikut hadir pada rapat 3 Februari 2021 di pendopo wali kota dan menyetujui IPAL. Pernyataan itu belakangan dinarasikan sebagai persetujuan warga untuk kelanjutan proyek ini.

“Padahal, Amiruddin kepada tuha peut gampong telah membantah dirinya setuju pada pembangunan IPA. Beliau tidak hadir dalam rapat itu,” pungkas Ahmad.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *