Terdakwa Korupsi Bebas Murni, Komisi Yudisial Harus Pantau Peradilan di Aceh
Theacehpost.com | BLANGPIDIE – Menyikapi vonis bebas murni dua pejabat Dinas Pengairan Aceh beberapa waktu lalu, Koordinator Koalisi Masyarakat Pejuang Keadilan (KOMPAK), Saharuddin menilai penegakan hukum di Aceh masih lemah terhadap kasus korupsi.
Hal tersebut disampaikannya kepada Theacehpost.com, Jumat 21 Januari 2022.
Diketahui, kedua pejabat ini diputus bebas dalam dugaan korupsi proyek rehabilitasi dan pembangunan saluran irigasi di Desa Ladang Panah, Kecamatan Manggeng, Aceh Barat Daya.
“Vonis bebas murni terhadap terdakwa terus terjadi, walaupun jaksa penuntut umum (JPU) telah mengumpulkan alat-alat bukti yang cukup. Namun di mata para hakim tetap terjadi perbedaan pendapat,” ujarnya.
Putusan semacam ini membuat jaksa terpaksa menempuh proses hukum ke tingkat lebih tinggi, yakni dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Menurut Saharuddin, bukan hanya dakwaan JPU Kejari Abdya yang berakhir dengan vonis bebas. Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Banda Aceh juga memvonis bebas terdakwa dugaan korupsi pada proyek Review Design Terminal Pelabuhan Balohan di Sabang.
“JPU Kejari Sabang pun terpaksa ajukan kasasi ke MA, sehingga MA belakangan membatalkan putusan bebas tersebut, dan memvonis terdakwa satu tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi pada proyek itu,” terangnya.
Sahar mengaku heran, vonis bebas murni dua penjabat Dinas Pengairan Aceh itu hanya menghukum rekanan dan konsultan pengawas.
“Padahal dalam kegiatan tersebut sudah jelas ditemukan kerugian negara senilai Rp400 juta. Kan dalam sebuah kegiatan yang lebih bertanggung jawab itu adalah PPK dan PPTK,” ungkapnya.
Mengaku prihatin dengan kondisi peradilan tindak pidana korupsi di Aceh, KOMPAK mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau persoalan ini.
“Agar keadilan hukum bisa ditegakkan dan Aceh bebas dari korupsi,” pungkasnya. []