Jejak Perupa Menyusuri Ruang Publik di Aceh
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Dalam fungsi sosialnya sebagai medium interaksi masyarakat, peran seni rupa hampir tak bisa dilepaskan dari ruang publik. Di Banda Aceh, misalnya, seni rupa sudah merasuki hampir di tiap sudut kota.
Beberapa sisi tembok jalanan kerap dihiasi mural, grafiti dan berbagai jenis ekspresi lainnya. Hal ini diakui oleh pegiat seni rupa Aceh, Iswadi Basri. Kepada Theacehpost.com, Selasa 14 Desember 2021, ia mengakui pengaruh seni rupa di ruang publik mulai tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Saya melihat pasca tsunami, Aceh mulai semakin terbuka, dan generasi mudanya mengalami peningkatan wawasan termasuk soal seni, dan menarik mempelajari bagaimana mereka bertumbuh kembang dengan ide-ide baru yang dituangkannya dalam bentuk karya,” kata Iswadi.
Di sisi lain, seni rupa dan ruang publik di Aceh kerap mengalami dinamika. Selama ini, tak dipungkiri ruang-ruang yang tersedia kebanyakan diperuntukkan bagi seni pentas. Namun belakangan, hal itu terus berkembang.
“Sekarang, seni rupa mulai disorot dan penting pengaruhnya bagi estetika kota, ini mulai disadari oleh pemerintah,” ujar lelaki kelahiran Pidie, 1977 silam ini.
Dalam beberapa tahun terakhir juga, menurut Iswadi, pemerintah mulai memberi perhatian lebih pada seni rupa untuk menunjang branding daerahnya. Bisa dengan memperbanyak mural maupun lukisan di beberapa sisi fasilitas publik untuk lebih menarik perhatian masyarakat.
“Lihat saja di sekitar kawasan dekat Kantor PDAM di Banda Aceh, itu ada beberapa coretan mural dengan paduan warna yang menarik, lalu juga di Taman Sari, tempat-tempat seperti ini sudah dihias dengan seni rupa,” katanya mencontohkan. Iswadi pun mengaku kagum, dulunya tak banyak didapati kreativitas semacam ini.
Perkembangan seni rupa di Aceh juga ditandai kian meluasnya ruang-ruang publik yang dimanfaatkan para perupa. Di kedai kopi, seni rupa bisa lebih progresif, karena kreasi yang ditorehkan pada sisi dindingnya kerap menyisipkan pesan-pesan menarik bagi pengunjung.
“Ini menjadi pertimbangan juga bagi pelaku usaha kafe, terlebih saat pandemi, untuk meningkatkan jumlah pengunjung, kenyamanan kafe perlu dibenahi, salah satunya dengan lukisan, grafiti hingga mural yang menarik di mata pengunjung,” ujarnya.
Menguatnya ruang publik dengan karya-karya seni rupa, juga seiring dengan semakin tingginya minat perupa muda Aceh memanfaatkan dunia maya untuk mempromosikan karya-karya mereka.
Iswadi mengatakan, anak-anak muda Aceh kini jauh lebih kreatif memasarkan karya mereka. Pasar-pasar digital pun dijejali dengan karya desain mereka untuk kepentingan komersial, yang menuai keuntungan secara ekonomi.
“Mereka berjualan di Creative Market, Envato, dan sebagainya, ini menarik memang, orang-orang di luar Aceh bahkan sangat kagum dengan geliat perupa muda kita yang gencar mempromosikan karya mereka di pasar-pasar digital,” kata Iswadi yang juga pernah bergiat sebagai ilustrator di sejumlah media massa ini.
Perluas Ruang Ekspresi
Iswadi Basri berharap, geliat perupa Aceh di ruang-ruang publik, termasuk di ranah digital, menjadi perhatian bagi pemerintah. Kiprah mereka harus direspons positif dengan memberinya lebih banyak ruang untuk bisa berekspresi.
“Berapa anak muda sudah melukis di beberapa sisi kota, tanpa dibayar pun mereka tetap menggambar. Ruang ekspresi harus tersedia lebih luas lagi,” harapnya.
Secara kualitas, lanjut Iswadi, karya-karya perupa Aceh juga tak kalah bagus dengan karya seniman luar.
“Kualitasnya, justru banyak pentolan grafik online itu berasal dari Aceh. Banyak orang luar yang heran, kenapa yang membuatnya kebanyakan itu anak-anak Aceh,” katanya menggugah.
Sejak lama, Iswadi menyoroti celah-celah kosong untuk mengisi minat perupa Aceh. Salah satunya dengan mendirikan komunitas perupa ‘Apotek Wareuna’, 2007 silam di Meuraxa, Banda Aceh. Apotek Wareuna jadi wadah pembelajaran seni rupa seperti lukis, mural, desain, hingga dekorasi.
Mereka juga concern pada edukasi seni rupa ke kalangan anak-anak. Berkat pendidikan semacam ini pula, anak-anak didikan mereka sering menyabet juara baik di tingkat provinsi bahkan internasional.
Iswadi sendiri sempat menoreh prestasi membanggakan. Selain diganjar penghargaan berupa anugerah seni dari Pemko Banda Aceh, Iswadi juga pernah memboyong tiga lukisannya untuk dipajang di festival seni kontemporer ‘Jakarta Biennale’ pada tahun 2015 lalu.
Berkaca dari amatannya pada ruang gerak seni rupa di berbagai daerah di Indonesia, ia yakin, perluasan medium ekspresi jadi modal utama agar seni rupa bisa terus berkembang.
“Minat anak-anak muda terus tumbuh, pemerintah jangan sia-siakan ini, beri mereka ruang lebih,” pungkasnya. []