66 Penyair Lolos Kurasi Bunga Rampai Puisi Indonesia
Theacehpost.com | Jakarta – Puluhan penyair dinyatakan lolos kurasi dalam buku Antologi Bunga Rampai Puisi Indonesia. Buku tersebut, diterbitkan untuk menyambut 15 Tahun Perdamaian Aceh (15 Agustus 2005 – 15 Agustus 2020).
Diantara puluhan penyair itu, terdapat 16 penyair perempuan dari berbagai daerah di Indonesia. Kurator menerima lebih dari 100 penyair yang mengirim puisi.
Kurator buku Antologi Bunga Rampai Indonesia, Salman Yoga mengatakan menerima ratusan puisi ke meja kurator. Namun hanya 66 penyair yang dinyatakan lolos dan layak. Hal tersebut lantaran puisi lainnya tidak sesuai dengan tema yang disyaratkan oleh panitia.
“Sejumlah penyair yang tidak lolos, bukan berarti puisinya kurang bagus. Namun tema yang mereka kirimkan tidak sesuai dengan semangat buku antologi itu sendiri,” ujar Salman di Takengon, Aceh Tengah, Senin, 10 Agustus 2020.
Semangat yang dimaksud, jelas Salman, puisi sebagai media komunikasi yang paling klasik dalam sejarah peradaban Aceh. Dengan demikian, diharapkan karya puisi yang masuk harus terkait dengan tema yang disodorkan oleh panitia. Di mana nilai estetika, pesan moral, informasi komunikasi menjadi standar pemilihan karya tersebut.
Salman menjelaskan, sebagai kurator dirinya sudah bekerja ekstra hati-hati dalam pemilihan karya. Menurutnya, banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan terkait isu konflik dan perdamaian Aceh.
“Pertama adalah, apakah puisi itu bernilai komunikasi dalam konteks apa yang terjadi di Aceh, dan apakah puisi tersebut mengandung empati terkait siapa yang menjadi korban dalam konflik itu sendiri, selain pesan moral dan pesan humanisme dan juga harapan-harapan yang mungkin ingin dicapai secara estetika,” jelas dia.
Salman menambahkan, adapun pertimbangan lain yang tidak kalah penting adalah masalah isu perdamaian dan konflik Aceh sampai hari ini belum selesai. Dengan demikian, kata dia, para sastrawan dan penyair perlu mengkomunikasikan karya mereka hingga pesannya sampai kepada siapa saja, baik kepada masyarakat, pemerintah, dan pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang terkait.
“Terakhir yang ingin saya sampaikan adalah, hasil karya sastrawan penyair dengan sejumlah puisi yang berhasil kita kurasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hal tersebut, dan kita berharap puisi dalam buku ini bisa menjadi media lintas waktu, wilayah dan media lintas peradaban dan estetika,” jelasnya.
Inisiator buku antologi Bunga Rampai Puisi Indonesia, Pilo Poly mengatakan, usai tahap kurasi, seluruh karya akan masuk pada tahap selanjutnya, yakni layout dan rancangan cover. Sementara itu, panitia juga tengah menunggu kata pengantar dan epilog untuk kelengkapan buku tersebut.
“Saat ini kita juga sedang menunggu beberapa tulisan pelengkap lainnya, seperti kata pengantar, dan epilog. Sementara untuk naskah Prolog sudah kita terima,” jelas Pilo, sapaan akrabnya.
Pilo melanjutkan, semangat 15 Tahun Perdamaian Aceh menjadi titik berangkat buku antologi ini dibuat. Dari semangat itu pula, kata dia, buku ini akan lahir meski puisi-puisi di dalamnya adalah puisi yang sudah pernah atau belum dipublikasikan sama sekali oleh penulisnya.
“Melihat Aceh dari berbagai sudut pandang bahasa kepenyairan adalah anugerah yang tidak bisa dilupakan. Apalagi, sudut pandang tersebut mewarnai Aceh dalam fase ganas konflik, tsunami hingga perdamaian. Ingatan tiga masa ini menjadi perjalanan panjang tak berbatas untuk berbenah,” jelasnya.
Bahkan, sebelum 1953 misalnya, saat Aceh bergolak DI-TII, Aceh telah lebur dari bab perang sejak Portugis, Amerika Serikat, Belanda, hingga Jepang. Alhasil, masyarakat Aceh banyak mengalami traumatik perang yang berdam…