Kenapa Ada Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dalam Tasyahud Shalat Kita?
Oleh Teuku Zulkhairi
Pengasuh Rubrik Caper (Catatan Peradaban) The Aceh Post.
Kata Gus Baha, apa yang terlihat kurang (dan buruk) dari peradaban modern adalah berkurangnya kepercayaan terhadap kekuasaan Allah Swt.
Benar yang dikatakan oleh Gus Baha. Kita tahu Allah itu ada, tapi kadangkala kita tidak percaya bahwa Allah Swt adalah satu-satunya Zat yang mampu memenuhi semua kebutuhan kita, dari yang kecil sampai yang paling besar sekalipun.
Buktinya, ketika kita butuh sesuatu, kita tidak meminta kepada Allah Swt. Kita lebih cenderung menggantungkan harapan kepada manusia yang lemah ketimbang kepada Allah Swt yang Maha Kuat.
Padahal kita jelas adalah hamba Allah. Bukan hamba manusia. Kalau kita sendiri kurang percaya bahwa Allah mampu memenuhi semua kebutuhan kita, lalu bagaimana mungkin Allah Swt akan memberikan kita kejayaan dunia dan akhirat?
Itulah efek nyata dari peradaban modern yang materialistik yang dikritisi Gus Baha.
Kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dalam Alquran menuntun kita untuk menyikapi dunia semacam ini. Dan dimana setiap tahun dalam momentum Idul Adha kita terus diingatkan kisah ini. Agar dapat melewati fase kehidupan ini sebagaimana jalan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam juga (setelah Nabi Muhammad Saw).
Kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam menngajarkan kita bahwa beliau tidak pernah ragu sedikitpun bahwa Allah Swt Maha adalah zat Yang Maha Segala-galanya.
Tapi itu bukan sekedar yakin saja. Namun diwujudkan dengan pembuktian nyata.
Maka tatkala beliau hendak dibakar oleh Raja Namrud karena dakwah beliau kepada tauhid, tak ada sedikitpun rasa takut dari dalam diri beliau. Sebab keyakinan kepada Allah Swt sudah terpatri kuat dalam jiwanya.
Apa yang terjadi kemudian? Api tak membakar Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Apa menjadi dingin. Api menjadi dingin menyalahi hukum adat. Tapi itu mudah bagi Allah Swt. Tidak sulit.
Tatkala Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam diperintahkan oleh Allah Swt untuk membawa istrinya Siti Hajar bersama anaknya (Nabi Ismail kecil) menuju padang tandus yang kering kerontang, beliau tidak ragu.
Keyakinan beliau kepada Allah Swt itu sama sekali tanpa ada keraguan sedikitpun. Tak ada keraguan sedikitpun dari diri beliau bahwa Allah lah yang memenuhi semua kebutuhan hamba-hambaNya.
Beliau antarkan istri dan anak beliau ke suatu tempat yang diarahkan oleh Allah Swt dan setelah itu beliau meninggalkan keduanya di tempat yang jauh dari manusia. Kering kerontang dna tandus.
Siti Hajar pun juga tidak ragu sedikitpun. Beliau hanya bertanya kepada sang suami. Apakah ini perintah Allah? “Iya” jawab Nabi Ibrahim.
Tinggalkan sang istri dan anaknya dalam tempat yang begitu jauh dari manusia. Perbekalan habis. Air tak ada. Nabi Ismail kecil haus dan menangis. Siti Hajar berlari-lari dari bukit Shafa dan Marwah dan bolak balek mencari air.
Apa yang terjadi kemudian? Air terpencar dari tanah yang digesek dengan kaki Nabi Ismail kecil.
Tak ada yang mustahil bagi Allah. Sampai saat ini manusia seluruh dunia dapat meminum air zam-zam tanpa berkurang. Dan tempat Siti Hajar dan anaknya ini pun akhirnya dikenal dengan sebutan Kota Mekkah, yang Baitullah di dalam masjidil haram di kota tsb menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia.
Begitulah Allah membalas sebuah keyakinan yang tanpa keraguan.
Begitu juga tatkala Nabi Ibrahim pulang ke rumah membawa sekantong pasir untuk mengalihkan perhatian keluarganya karena beliau gagal mendapatkan makanan.
Apa yang terjadi kemudian? Kantong pasir ini berubah menjadi makanan yang lezat saat dilihat oleh istrinya Sarah.
Begitulah. Tak ada yang mustahil bagi Allah ketika iman kita kepadaNya semakin kuat.
Dan tentu saja, kisah yang paling populer adala tatkala Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam diperintahkan oleh Allah Swt untuk menyembelih anaknya Ismail yang sangat ia cintai.
Sungguh itu adalah cobaan yang sungguh maha berat bukan?
Tapi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam iman beliau sangat kokoh. Sedikitpun tidak ragu untuk menjalankan perintah Allah. Beliau siap menyembelih Ismail. Dan dahsyatnya, Ismail pun begitu sabar.
Setelah Nabi Ibrahim memberitahukan Ismail mimpinya diperintahkan oleh Allah Swt untuk menyembelih Ismail anaknya, apa jawaban Ismail? Wahai ayahku, kerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah. Engkau akan dapatku sbg orang-orang yang sabar.
Subhanallah. Sungguh keluarga teladan yang sangat mulia. Sangat yakin dalam menjalankan perintah Allah Swt.
Apa yang terjadi kemudian?
Atas kesabaran ini, yang lahir dari keyakinan yang kokoh, kesediaan untuk menjalankan semua yang diperintahkan oleh Allah Swt tanpa ragu sedikitpun, maka Allah Swt kemudian mengirim MalaikatNya.
Malaikat datang ngganti Ismail dengan kibas sebagai gantinya untuk disembelih oleh Nabi Ibrahim. Kibas dari syurga.
Sebenarnya, Allah hanya hendak menguji Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Dan Nabi Ibrahim tanpa ragu mengikuti ujian ini. Dan beliau lulus.
Dan sesungguhnya, apa yang diuji ini diharapkan dapat kita teladani. Bukan sekadar kisah tanpa makna. Diharapkan agar kita dapat mengikuti jejak kesabaran dan kuatnya keimanan dan kepercayaan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam kepada Allah Swt.
Dan Allah Swt sendiri dalam Alquran menyebut bahwa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah kesayangnya (Khalilullah).
Maka tidak heran jika nama Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mesti kita sebutkan dalam tasyahud shalat kita sebagai penyebutan kedua setelah Nabi Muhammad Saw.
Allah hendak mengajarkan kita untuk mengikuti jejak Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam setelah kita juga mengikuti Nabi Muhammad Saw.
Menandakan bahwa keteladanan dari Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam betul-betul harus mewarnai kehidupan kita. Agar kita dapat menjalani kehidupan dunia yang sekaligus sebagai persiapan menuju keabadian akhirat yang kita rindukan.
Bagaimana sehingga Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam memiliki keimanan dan kesabaran yang begitu kokoh?
KIta tahu bagaimana sejarah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mencari Tuhan. Juga tahu kisah beliau yang ingin melihat Tuhan dan bagaimana Tuhan menghidupkan. Rasa ingin tahu Nabi Ibrahim begitu besar.
Dan beliau telah berfikir kritis sejak masa kecil. Maka kemudian beliau memperoleh pengetahuan tentang keimanan yang begitu kokoh.
Artinya, keimanan yang begitu kokoh dan keyakinan yang begitu kuat kepada Allah Sw pada diri Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam itu tidak muncul begitu saja.
Semua itu dimulai dari proses pencarian. Proses penggunaan fungsi akal secara betul yang semua proses itu sejak awal telah dibingkai kuat dengan keimanan.
Sejarah kemudian terus berjalan. Dan kita hingga hari ini sering mendengar kisah orang-orang yang diberikan karamah oleh Allah Swt.
Mereka adalah orang-orang yang tingkat keyakinanya begitu tinggi kepada Allah Swt. Mereka hanya meminta dan berharap kepada Allah. Mereka juga ridha menjalankan perintah Allah dan RasulNya.
Maka Allah memberi mereka kemuliaan yang tidak diberikan kepada manusia umumnya.
Wallahu a’lam bishshawab.