Tujuh Pesan Moral Dalam Ibadah Qurban

Oleh Tgk. BUSTAMAM USMAN, SHI, MA.

banner 72x960

Qurb atau qurbân berarti “dekat” dengan imbuhan ân (alif dan nun) yang mengandung arti “kesempurnaan”, sehingga qurbân yang diindonesiakan dengan “kurban” berarti “kedekatan yang sempurna”. Kata Qurbân berulang tiga kali dalam al-Qur’an, yaitu pada QS.Ali Imran/3: 183, al-Ma’idah/5: 27, dan al-Ahqaf/46: 28.

Jadi, qurban adalah penyembelihan binatang tertentu yang dilakukan pada hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya (hari tasyrik), yakni pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam ilmu fiqh, qurban juga disebut udhiah (karena dilaksanakan dalam suasana idul adha) juga berasal dari kata dahwah atau duhaa (waktu matahari sedang naik di pagi hari), karena biasanya penyembelihan hewan qurban dilaksanakan pada waktu duha. Dari kata dahwah atau duhaa tersebut diambil kata daahiyah yang bentuk jamaknya udhiah.

Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan qurban dalam firman Allah SWT yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Q.S.al-Kautsar/108: 1-3). Dasar kedua adalah firman Allah SWT yang artinya: “Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagaian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat).

Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur” (Q.S.22: 36). Selain itu Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memperoleh suatu kelapangan, tetapi dia tidak berkurban, janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR.Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Hikmah Ibadah Qurban Sekurang-kurangnya, ada dua hikmah ibadah qurban. Pertama, hikmah Vertikal dan Horizontal. Vertikal, karena ibadah qurban bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan Horizontal, lantaran dengan menyembelih hewan qurban, dagingnya dapat dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan. Dan dari sinilah akan terbentuk solidaritas dan kesetiakawanan sosial.

Kedua, Hikmah Sosial, Moral, dan Spiritual. Hikmah Sosial, karena qurban berdampak strategis bagi ikhtiar membangun kebersamaan dan pemerataan dalam masyarakat. Misalnya, ada dalam masyarakat kita yang belum tentu dapat makan daging sekali dalam setahun. Qurban dapat dijadikan sarana membangun kebersamaan dan keharmonisan hubungan antara yang punya (the have) dengan yang tidak punya (the have’n).

Hikmah Moral, karena perintah berqurban mengingatkan bahwa pada hakikatnya kekayaan itu hanyalah titipan Allah. Dari sini, seharusnya manusia menyadari bahwa pada harta yang dimilikinya ada hak orang lain, yang harus ditunaikan dengan cara mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah, wakaf, termasuk qurban. Hikmah Spiritual, qurban yang secara bahasa berasal dari kata: qaraba-yaqrobu-qurbaanan, yang berarti “dekat”, dimaksudkan sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara mendekatkan diri kepada sesama manusia melalui ibadah qurban. Imam Ghazali menegaskan bahwa: Penyembelihan hewan qurban adalah sebagai simbol dari penyembelihan atau penghilangan sifat-sifat kebinatangan yang ada pada manusia, seperti sifat rakus, tamak, serakah, dan mau menang sendiri.

Dengan berqurban, diharapkan semua manusia dapat membuang sifat-sifat kebinatangan yang dapat mendatangkan musibah dan bencana itu. Dalam hubungannya dengan kehidupan kita sekarang, ibadah qurban mengandung 7 (tujuh) pesan moral. Pertama, Kepada para Pemimpin. Para Pemimpinlah yang seharusnya lebih dahulu untuk berqurban. Bukan hanya dengan menyembelih binatang, tetapi juga dengan menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang ada pada mereka.

Ibadah qurban, mengingatkan kepada para elit Pemerintahan; dari Presiden sampai Pengurus RT, dari DPR Pusat sampai DPRD, dari Pemimpin Ormas sampai Partai Politik, bahwa hanya dengan menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang ada pada mereka, mereka akan bermartabat di hadapan Allah dan terhormat di mata manusia. Kedua, Kepada Para Pengusaha dan Pedagang.

Berqurbanlah dengan menyembelih sifat-sifat curang dan tidak jujur, seperti mengurangi timbangan, curang dalam takaran, menipu dan memperdaya pembeli. Jadilah pedagang yang jujur, yang dapat menjadi tiang tegaknya ekonomi Islam. Jangan meminjamkan uang dengan maksud mengambil bunganya sebab termasuk perbuatan riba yang dilarang Allah.

Ketiga, Kepada Para Aparat Penegak Hukum (Hakim, Jaksa, Pengacara, dan Polisi). Berqurbanlah dengan menyembelih keinginan untuk menjual-belikan hukum, hindari mafia peradilan dan mafia kasus, jauhkan diri dari perilaku menyuap dan disuap. Junjung tinggi keadilan, jadikan hukum positif dan hukum normatif sebagi pertimbangan dalam memutuskan hukum. Asah terus kejujuran hati nurani.

Keempat, kepada Para Dosen, Guru, dan Para Pendidik lainnya. Berqurbanlah dengan kesungguhan agar dapat melahirkan generasi yang berotak Jerman tetapi berhati Mekkah. Lambang integrasi antara kecerdasan akal dan kecerdasan hati, intelektual quations dan emotional quations, antara kecerdasan dan akhlak mulia, antara filsafat dan tasawuf.

Kelima, Kepada Orang Tua dan Anak-anak. Kepada Orang Tua, Jadikan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar sebagai suri tauladan dalam pengorbanan terhadap apa yang paling dicintainya; anak semata wayang-nya, Ismail AS yang dia rindukan bertahun-tahun kehadirannya, dia qurbankan karena kecintaan dan keta’atan kepada Allah SWT di atas segala-galanya. Karena itu, beri anak-anak pendidikan agama dan pergaulan yang terbaik, ajarkan kepada mereka mengenal Allah dan mencintai Allah. Didik anak-anak dengan perhatian penuh, jangan mendidik anak-anak dari sisa waktu kita.

Keenam, Kepada Anak-anak. Jadikan Nabi Ismail AS sebagai teladan dalam keta’atan kepada perintah Allah serta penghormatan kepada kedua orang tua. Ketika Nabi Ibrahim meminta pendapat putranya, Ismail AS, bahwa Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengurbankan Ismail, Ismail menjawab: Ya Abatif’al maa tu’mar satajidunii insya Allah min al-shabirin, Wahai ayahku sayang, kerjakan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah engkau mendapati-ku termasuk anak yang sabar.

Ketujuh, Kepada Kita Semua, Muslimin-Muslimat. Qurbankan nikmatnya tidur di malam hari dengan sholat malam dan shalat subuh berjamaah. Qurbankan manisnya harta dengan mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah, dan memotong hewan qurban. Qurbankan empuknya jabatan dengan melayani umat. Jadikan semua yang kita miliki sebagai alat mendekat diri kepada Allah SWT. Wallahu a’lam.

(Ketua Umum DPP ISAD Aceh / Dosen Fak.Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh).
Email: walidyazzuhra78@gmail.com

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *