Belajar Budaya Asia Tenggara dari Medium Film

waktu baca 2 menit
Akbar Rafsanjani

Oleh: Akbar Rafsanjani *)

ACEH Film Festival (AFF) bekerjasama dengan Minikino memutar film-film dari Filipina pada 29 Mei 2021. Program pemutaran film ini merupakan bagian dari rangkaian Road to Aceh Film Festival 2021 dan merupakan program Minikino Monthly Screening May.

Program film Filipina ini dibuat oleh seorang programmer, Patrick Campos. Patrick adalah profesor di University of Phillipines Film Institute. Program tersebut berisi empat film dokumenter yang bercerita tentang Lumad (masyarakat adat Filipina).

Film Lumad bercerita tentang perjalanan masyarakat adat yang menjadi jantung dari sejarah masyarakat Filipina dan kelangsungan hidup mereka terkait masa depan tanah negara. Program film ini menelusuri perjuangan Lumad.

Empat film yang diputar berjudul; Pahiyum ni Boye (Boye’s Smile), Pagbarug tu’ Pagtuon (The Right to Learn), Kalumaran (Indigenous), dan Bullet-Laced Dreams.

banner 72x960

Pemutaran film dilaksanakan di Mini Theater Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh pukul 20.00 hingga 22.00 WIB dihadiri puluhan penonton.

Program Road to AFF 2021 ini merupakan rangkaian acara yang akan berlangsung setiap bulan sampai September nanti. Bulan September merupakan bulan dilangsungkan Aceh Film Festival 2021.

Pada Juni tahun ini juga diadakan pemutaran film-film dari Myanmar dilanjutkan dari Thailand pada bulan Juli, dan  dari Malaysia pada Agustus.

Pemutaran program-program film dari negara Asia Tenggara ini bertujuan  untuk membawa penonton di Aceh untuk lebih dekat mengenal budaya dan isu-isu aktual dari negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia.

Saat ini masyarakat Indonesia—termasuk Aceh—lebih banyak menkonsumsi film-film dari benua Eropa dan Amerika. Oleh karena itu AFF coba membawa film-film dari negara-negara Asia Tenggara untuk ditonton.

Setelah menyaksikan setiap tayangan, penonton melanjutkan diskusi mandiri. Di antaranya menemui salah seorang penonton bernama Adli Dzil Ikram (24).

Adli merefleksikan pendapatnya, “Setelah menonton film-film dari Filipina ini saya jadi sadar bahwa masalah yang dihadapi oleh masyarakat Asia Tenggara hampir semuanya sama. Ini menujukkan bahwa masalah itu bukan soal identitas agama maupun ras, tetapi ekploitasi pemegang kekuasaan yang berkawin dengan kapitalis sehingga menyengsarakan kehidupan masyarakatnya.”

Adli mengaku tidak sabar menunggu menonton program dari Myanmar pada bulan Juni ini. Ini jadi cara belajar baru baginya.

Aceh Film Festival menjalin kerja sama dengan Minikino dan S-Express untuk mendatangkan film-film pendek yang berasal dari Asia Tenggara. Pada bulan September nanti, Aceh Film Festival juga akan memutar film-film dari Asia Tenggara, Asia, dan dunia. []

*) Penulis Adalah Ketua Bidang Kajian & Apresiasi Film Aceh Documentary/Program Director Aceh Film Festival

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *