Sopir L-300, Mati sebelum Mati, Siapa Peduli?

Irwandi

Oleh Irwandi, S.HI.,M.H *)

banner 72x960

SOPIR angkutan umum L-300 yang melayani jasa tranportasi Antar-kota dalam Provinsi (AKDP) paling merasakan dampak larangan mudik Idul Fitri 1442 H. Larangan itu berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021. Padahal dalam rentang waktu tersebut adalah saat-saat sopir L-300 panen raya. Mereka sudah merencanakan membeli baju baru untuk anak istri, menenteng daging meugang, dan bersilaturahmi dengan kerabat. Namun semua itu tinggal harapan.

Penderitaan menjelang uroe get buleun get (isitilah Aceh untuk menggambarkan kesakralan Idul Fiti) menimpa semua sopir L-300 yang melayani transportasi ke seluruh kabupaten/kota di Aceh, yaitu lintas barat-selatan, timur-utara, dan tengah-tenggara.

Larangan mudik membuat aktivitas sopir terhenti dan mati. Mereka tak bisa lagi menafkahi keluarga, tak bisa membeli beras fitrah, tak bisa belanja keperluan Lebaran, bahkan tak bisa menutup kredit mobil (bagi yang terikat kredit). Mereka sudah lebih duluan ‘mati’, sedangkan pemimpin negeri ini masih sebatas menghadang kematian akibat Covid-19.

Idul Fitri menjadi hari paling sakral bagi masyarakat Aceh. Salah satu yang paling penting ketika menjelang Idul Fitri adalah membeli daging meugang sebagai menu utama untuk disantap bersama keluarga.

Tradisi meugang sudah begitu mengakar. Seorang kepala keluarga di Aceh bisa saja dianggap tak berdaya kalau pada hari meugang tak mampu membeli daging untuk anak istri. Celakanya, menjelang Idul Fitri kali ini tampaknya para suami akan menjadi sosok-sosok tak berdaya. Mereka mati sebelum mati. Parahnya lagi, harga daging terus meroket dari meugang ke meugang. Tak ada yang bisa mengendalikan, termasuk pemerintah.

Tak ada lagi kompromi. Larangan mudik tetap diberlakukan. Yang penting kita bisa memutus rantai penularan Covid-19 antarkabupaten/kota bahkan antarprovinsi. Dalam kondisi seperti itu, harusnya pemerintah juga berkepentingan memproteksi rakyatnya yang terdampak berbagai peraturan untuk mencegah penularan Covid-19.

Mereka, para sopir L-300 tak bisa lagi beli beras apalagi baju baru untuk anak istri pada Hari Raya Idul Fitri ini. Jangan cuma meminta dukungan atau seruan sabar. Harus ada solusi. Jangan malah membiarkan mereka mati sebelum mati.

Sebelumnya sempat beredar kebijakan, bagi yang mudik harus mempunyai surat tes antigen baik lintas kota maupun lintas provinsi.

Kemudian, karena banyak yang protes, surat tes antigen untuk lintas kabupaten/kota ditiadakan hanya berlaku lintas provinsi.

Dengan perubahan kebijakan itu, para sopir AKDP sempat bernapas lega. Namun, tiba-tiba pada 5 Mei 2021 melalui Dinas Perhubungan Aceh keluar aturan yang sangat mengejutkan pengusaha AKDP Aceh yaitu larangan pengoperasian sarana transportasi.

Sejatinya, Pemerintah Aceh melalui dinas terkait tidak saja cerdas membuat larangan tetapi juga bijak dalam solusi.

Dinas Perhubungan harusnya duduk berdiskusi dengan pengusaha jasa transportasi termasuk para sopir di semua armada. Mereka wajib didengar karena mereka juga penggerak ekonomi negeri. Mereka, seperti kita, tentu tak ingin juga bermain-main dengan corona. Mereka ingin tetap hidup, menunaikan tanggung jawab untuk keluarga dan profesi. Di antara berbagai kepentingan itulah, harusnya ada tangan bijak pemerintah. Memberi solusi, bukan membiarkan mereka mati.

 

*) Penulis Adalah Pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB) Aceh

 

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *