Fobia Jarum Suntik dan Kisah Pria Tinggi Besar
Catatan Usamah Elmadny*)
SECARA serentak di berbagai penjuru negeri saat ini pemerintah melakukan kegiatan vaksinasi.
Vaksinasi ini sesuai rekomendasi WHO menjadi salah satu ikhtiar untuk memutus mata rantai pandemi Covid-19 yang melanda berbagai belahan dunia dewasa ini. Tanpa terkecuali negeri kita.
Di berbagai tempat di dunia saat ini, seperti juga halnya di negeri kita, beragam cara dan versi masyarakat menyikapi kegiatan vaksinasi Covid- 19 yang sedang dan akan dilakukan pemerintah.
Informasi-informasi hoax baik dalam bentuk tulisan, foto bahkan video terus berseliweran di seputar kita yang menggambarkan postur persepsi dan keyakinan berbagai pihak terkait vaksin dan kegiatan vaksinasi.
Produksi konten hoax tersebut seakan berlomba cepat dengan usaha pemerintah dan pegiat kesehatan membangun kesadaran publik akan bahaya dan partisipasi semua pihak menghentikan laju pandemi Covid-19.
Seperti ungkapan pepatah Arab likulli saaqithatin laa qithatun; bahwa setiap yang jatuh pasti ada yang memungutnya, maka begitu juga halnya dengan konten hoax Covid-19. Ada saja yang percaya bahkan berkontribusi aktif menyebarkannya.
Tentu di era teknologi informasi di mana informasi sangat cepat beredar dan karakter sementara masyarakat kita yang begitu mudah terpedaya dengan informasi sampah, maka diperlukan kerja keras dan kerja cerdas semua pihak untuk membangkitkan kesadaran kolektif untuk secara kolaboratif mengangkat senjata memerangi Covid-19 sebagai musuh bersama. Termasuk bersikap jelas dan tegas terhadap berita-berita hoax.
Mungkin kita tidak dapat menghindari membaca atau menonton, maka selemah-lemah iman—jika terindikasi hoax—janganlah kita menyebarluaskan.
Kita yakin dengan kerja keras semua pihak, pada waktunya nanti vaksinasi Covid-19 akan berjalan lancar dan terukur, sehingga ketika masa itu tiba dan diiringi berbagai ikhtiar medis dan spritual lainnya, kita akan terbebas dari ancaman pandemi yang menggetarkan dunia.
Memang masih ada sementara masyarakat kita yang ragu dengan vaksin yang akan digunakan dalam vaksinasi Covid- ini.
Tapi pelan dan pasti, seiring dengan sosialisasi dan penyebaran informasi kepada berbagai pihak, plus keteladanan yang diberikan para tokoh masyarakat, keraguan akan berganti dengan kesadaran.
Apalagi secara medis telah terkonfirmasi bahwa vaksin Sinovax yang digunakan untuk vaksinasi pada tingkat internasional telah direkomendasi WHO sangat aman dan sehat melalui sejumlah uji medis berkali kali di sejumlah negara berbeda.
Begitu juga dalam lingkup nasional, BPOM sebagai lembaga yang diberi otoritas oleh negara terkait obat dan makanan telah mengeluarkan rekomendasi bahwa vaksin tersebut aman untuk digunakan.
Keputusan BPOM itu tertuang dalam Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.02.02.1.2.1.1.20.1126 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Persetujuan Darurat.
Dalam perspektif agama juga telah ada rujukan yang tidak kalah kuatnya. MUI sebagai institusi rujukan hukum umat Islam Indonesia juga telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 02 Tahun 2021 tentang Produk Vaksin Covid-19 dari Sinovac Life Sciences, Co. Ltd China dan PT Biofarma.
Secara spesifik MPU Aceh pun telah memberikan legalisasi syar’i melalui Tausiah MPU Nomor 1 Tahun 2021 tentang Vaksinasi COVID-19 dengan vaksin Sinovac.
Jadi, insya Allah tidak ada masalah lagi dari sisi keamanan dan kehalalan jenis vaksin yang digunakan.
Fobia jarum suntik
Tapi semua kita jangan menyederhanakan masalah.
Ketika soal kehalalan dan keamanan vaksin dianggap telah selesai, maka pihak yang bertanggung jawab menyukseskan vaksin tidak boleh langsung berpuas hati.
Soal kehalalan dan keamanan vaksin adalah satu hal. Hal lain yang tidak kalah penting adalah ada sebagian masyarakat kita yang takut jarum suntik.
Di era modern ini jangan dikira tidak ada lagi masyarakat kita yang tidak takut jarum suntik. Di kampung-kampung masih banyak masyarakat kita ketika sakit menolak diajak ke dokter, kecuali ia dapat kepastian tidak disuntik. Hanya dikasih obat saja.
Begitu mengerikan jarum suntik dan suntikan ke tubuh bagi sebagian orang. Bila dia harus lari menjauh, semak belukar yang berduri sekalipun tanpa terasa diinjaknya.
Video-video yang beredar yang memerlihatkan laki-laki tinggi besar nan gagah tiba-tiba menangis tersedu-sedu atau bahkan menjerit keras ketika jarum suntik didekatkan ke pangkal tangannya — padahal belum disuntik — menjelaskan kepada kita bahwa persoalan ini juga harus terlebih dahulu diselesaikan vaksinator dengan berbagai modus yang meyakinkan.
Takut jarum suntik memang bukan persoalan teknis dalam kegiatan vaksin ini. Tapi ketika ketakutan semacam ini terus gentanyangan pada sejumlah orang bukan tidak mungkin juga akan mengganggu target imunisasi yang telah disusun.
Berbagai cara persuasif harus dilakukan vaksinator kepada orang-orang jenis ini. Salah satu cara, misalnya, membisikkan ke telinga mereka: “Bek yo, hana saket, lagee dikap le jamok” (Jangan takut, tidak sakit, seperti digigit nyamuk).
Memang, perlu waktu untuk meyakinkan para fobia jarum suntik bahwa yang akan mereka rasakan ‘hanya’ seperti digigit nyamuk. Apalagi di mata mereka, jarum suntik tak ubahnya hantu. Sangat menakutkan. Ini, tentu saja menjadi tantangan lain untuk menyukseskan program vaksinasi.[]
*) Penulis adalah Editor dan Kolumnis Theacehpost.com