13 Tokoh Terima Anugerah Budaya dan Tanda Kehormatan Wali Nanggroe
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Sebanyak 13 tokoh dari berbagai kabupaten/kota di Aceh menerima Anugerah Budaya dari Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Al Haythar. Sedangkan satu orang lainnya menerima Tanda Kehormatan.
Penyerahan dilakukan pada kegiatan Malam Anugerah Budaya Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) VIII, Senin malam, 6 November 2023, yang diwakili oleh Tuha Peut Wali Nanggroe, Sulaiman Abda.
Ketua Tim Juri Anugerah Budaya Tahun 2023, Prof Dr Syahrizal Abbas menyebutkan, pemberian anugerah dilakukan sesuai hasil seleksi dan penjaringan ketat. Tim tersebut terdiri para anggota yaitu Prof Dr Yusri Yusuf MPd, Drs Nurdin Ar MHum, Drs Nabhany, Muhammad Taufik Abda, Drs Radius dan Dr M Rafiq.
“Jumlah peserta dari seluruh Aceh yang mendaftarkan dan mengirim dokumen calon penerima anugerah sebanyak 67 orang. Kemudian dilakukan verifikasi oleh panitia dan tim juri, berdasarkan petunjuk teknis. Hasilnya, 14 orang memenui syarat sehingga dinyatakan sebagai nominator,” kata Prof Syahrizal.
Selanjutnya, tim juri melakukan visitasi lapangan, untuk membuktikan kesesuaian antara dokumen dan fakta lapangan, memastikan apakah nominator telah berkiprah dan berkarya, serta kiprah dan karyanya dirasakan manfaat oleh masyarakat.
“Pada 5 November 2023, nominator melakukan presentasi di hadapan dewan juri, untuk menilai kelayakan mendapatkan anugerah budaya,” sebut Prof Syahrizal.
Selanjutnya, hasil kerja tim juri dituangkan dalam Keputusan Wali Nanggroe Aceh Nomor 189.1/30 tentang Penetapan Penerima Anugerah Budaya PKA VIII 2023.
Masing-masing para penerima anugerah adalah almarhum M Kalam Daud dari Banda Aceh (kategori pelestarian warisan budaya), Syarifuddin dari Gayo Lues (kategori pelestarian seni), Amirullah Hamzah dari Banda Aceh (kategori sejarah dan peradaban) dan almarhum Abdul Gani Mutiara dari Banda Aceh (kategori pengembangan inovasi produk budaya).
Penghargaan Meukuta Alam
Kemudian untuk penghargaan Tajul Alam diserahkan kepada Yanimar W Yusuf asal Aceh Barat (kategori pelestarian seni) dan Hamidah dari Aceh Tenggara (kategori pelestarian warisan budaya).
Selanjutnya, penghargaan Syah Alam untuk Zakirul Pohan asal Aceh Singkil (kategori pelestarian warisan budaya), Yasuddin asal Aceh Singkil (kategori pelestrian adat), Mahrisal Rubi dari Bireuen (kategori pelestarian seni), Muntasir Wandiman asal Aceh Tamiang (kategori sejarah dan peradaban), Junaidi asal Pidie (kategori pengembangan dan inovasi produk warisan budaya), Kurniatun Z asal Banda Aceh (kategori pelestrian seni) dan Peteriana Kobat asal Aceh Tengah (kategori pelestrian warisan budaya).
Selain itu, Wali Nanggroe juga menyerahkan tanda kehormatan kepada M Ugep Pinem dari Aceh Singkil atas jasanya melestarikan adat dan budaya.
Penyerahan anugerah budaya dan tanda kehormatan ditandai dengan penyematan pin emas, penyerahan sertifikat serta plakat.
Wali Nanggroe, dalam peutuah budaya yang dibacakan oleh Sulaiman Abda, menyampaikan apresiasi serta terima kasih atas dedikasi yang telah dilakukan oleh para penerima anugerah dan tanda kehormatan.
“Pemberian anugerah dan tanda kehormatan ini adalah salah satu bentuk nyata, upaya kami dalam menghargai dan mengapresiasi setinggi-tingginya, jasa besar para penjaga warisan indatu di Bumi Serambi Mekkah ini,” kata Wali Nanggroe.
Wali Nanggroe menambahkan, khususnya bagi bangsa Aceh, menjaga warisan budaya, sama artinya dengan menegakkan agama. Karena kebudayaan Aceh selalu berlandaskan pada pondasi dimensi Islami. Sehingga dalam filosofi hidup orang Aceh, muncul sebuah hadih majah hukom ngen adat, lage zat ngen sifeut.
Dimensi tersebut telah membentuk pola hukum dan kebudayaan dalam masyarakat Aceh sehingga adat han jeut barangkahoe takong, hukom han jeut barangkahoe takieh. Hal itu menjadi bukti indikator natural, bahwa orang Aceh menjaga adat dan kebudayaannya dengan benteng agama.
“Saya minta agar apa yang telah didedikasikan selama ini, dapat terus ditingkatkan, dan berharap akan lahir generasi-generasi baru, yang dididik untuk menjadi penjaga, dan pelestari khazanah kebudayaan Aceh,” kata Wali Nanggroe. []