Wali Nanggroe: Sektor Kehutanan Tidak Termasuk Wewenang Pemerintah Pusat

waktu baca 3 menit
Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar (tengah) saat menghadiri Rapat Pembahasan Kewenangan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Aceh di Jakarta, Jumat, Februari 2023.
banner 72x960

Theacehpost.com | JAKARTA – Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar menegaskan, pengelolaan sektor kehutanan Aceh tidak termasuk dalam wewenang Pemerintah Pusat, sebagaimana diatur pada pasa 7 dan pasal 156 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengatur pengelolaan sumber daya alam (SDA) Aceh.

Penegasan itu disampaikan pada Rapat Pembahasan Kewenangan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Aceh di Jakarta, Jumat, Februari 2023.

Kabag Humas dan Kerja Sama Wali Nanggroe M Nasir Syamaun MPA, menginformasikan, kehadiran Wali Nanggroe pada rapat tersebut dalam rangka memenuhi undangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Administrai Kewilayahan.

“Rapat tersebut merupakan bagian tindak lanjut Surat Wali Nanggroe Nomor: 089/146 tanggal 12 September 2022, hal permohonan peraturan presiden tentang Badan Pengelola Sumber Daya Hutan Aceh,” sebut M Nasir.

Pada rapat tersebut, kata M Nasir, Wali Nanggroe menjelaskan dasar-dasar hukum kewenangan Aceh dalam pengelolaan hutan, perkembangan terkini kondisi hutan Aceh berdasarkan hasil kajian Pusat Riset Kehutanan Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, dan permintaan kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) untuk menetapkan kebijakan pengelolaan hutan, sebagaimana yang telah diajukan Wali Nanggroe.

“Melalui analisis dan informasi dari berbagai sumber, hutan Aceh mengalami deforestasi tidak kurang dari 10.000 Ha per tahun, dalam kurun waktu lima tahun terakhir,” kata Wali Nanggroe pada rapat tersebut.

Deforestasi tidak hanya disebabkan illegal logging, juga karena bencana alam dan okupasi masyarakat yang membuka lahan perkebunan di kawasan hutan. Wali Nanggroe juga mengatakan bahwa dirinya telah mendapatkan data temuan terakhir, kegiatan penambangan tanpa izin (PETI) yang beroperasi di kawasan hutan Aceh.

“Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab utama banjir, longsor dan kebakaran, dan merupakan trend yang terjadi beberapa tahun terakhir,” kata Wali Nanggroe.

Menurutnya, saat ini pengelolaan Kawasan Hutan Lindung (KHL) yang ditetapkan berdasarkan hasil skoring oleh Kementerian LHK, ternyata belum optimal.

Padahal idealnya, hutan lindung mampu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, dibandingkan dengan Kawasan hutan produksi yang ada, melalui pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

“Dari data KLHK selama lima tahun terakhir, menunjukkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui pemanfaatan hutan Aceh tidak lebih 2 miliar per tahun, dan menempatkan Aceh pada urutan 10 terendah.  Nilai itu sangat kecil dibandingkan luas kawasan hutan yang telah ditetapkan pengelolanya,” kata Wali Nanggroe.  Hal itu, menjadi bukti tidak maksimalnya pemanfaatan hutan bagi masyarakat sekitar kawasan.

Pada rapat tersebut, Wali Nanggroe juga menyampaikan saat ini ada tiga perusahaan yang telah dicabut izin konsesi oleh BKPM Pusat karena menelantarkan lahan, dengan total 130.634 hektare.

Masing-masing PT Rimba Penyangga Utama seluas 6.150 hektare, PT Aceh Inti Timber seluas 80.084 hektare, dan PT. Lamuri Timber seluas 44.400 hektare.

“Dari hasil evaluasi yang dilakukan, kami telah menyusun konsep pengelolaan sumberdaya hutan, untuk pemulihan kerusakan yang telah terjadi, dan untuk keberlanjutan perdamaian Aceh,” sebut Wali nanggroe.

Konsep dan rancangan usulan pembentukan Badan Pengelola Sumber Daya Hutan Aceh telah disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk menjadi Peraturan Presiden.

Sebelumnya, usulan tersebut telah dibahas dengan Menteri LHK di Meuligoe Wali Nanggroe beberap waktu lalu. Hasil pembahasan itu, kata Wali Nanggroe, telah ditindaklanjuti oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, para Direktur lingkup Ditjen PHL dan Tim Kajian, serta melibatkan Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari Wilayah I Banda Aceh dalam penyusunan Kajian Model Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang telah dipresentasikan di Bogor akhir tahun 2022.

Di akhir penyampaiannya, Wali Nanggroe menyebutkan, sebagai tindak lanjut dari rekomendasi hasil kajian model pengelolaan sumber daya hutan dalam bingkai keistimewaan dan kekhususan Aceh, akan disusun menjadi suatu policy brief kepada Menteri LHK dan Presiden Republik untuk menjadi salah satu dasar penetapan kebijakan pengelolaan hutan di Aceh. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *