Satu Keluarga di Aceh Besar Tinggal Sekandang dengan Sapi

waktu baca 3 menit
Penampakan tempat tinggal Abdullah bersama keluarga kecilnya di bantaran Krueng Aceh, Gampong Meunasah Bak Trieng, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Jumat, 26 Februari 2021. (Foto: Eko Deni Saputra/Theacehpost.com)

Theacehpost.com | ACEH BESAR – Abdullah (58), sejak sekitar dua bulan terakhir bersama keluarga kecilnya tinggal sekandang dengan sapi di bantaran Krueng Aceh, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar.

Ironisnya, lokasi kandang sapi dan tempat tidurnya hanya disekat dengan selembar triplek usang.

Tempat ia tinggal beratap terpal. Berbanding kebalik dengan kandang sapi, beratap seng.

Tidak ada ruang tamu, dapur, dan kamar mandi sebagaimana rumah layak huni lainnya.

Dengan kondisi yang dialaminya saat ini, ia bersama istri dan dua anak perempuannya berusia 10 dan tiga tahun terpaksa tinggal berdampingan dengan tiga ekor sapi.

banner 72x960

Di pondok yang sangat memprihatinkan itu, ia hidup bersama hewan ternak sapi milik seseorang yang dipercayakan kepadanya untuk dipelihara.

“Sudah sejak dua bulan ini tinggal begini (seatap dengan kandang sapi), dulu terpisah, lokasinya di sebelah sana (hanya sekitar 50 meter dari lokasi sekarang), tapi kena penertiban (penataan pinggiran kanal banjir Krueng Aceh),” kata Abdullah saat ditemui Theacehpost.com di ‘rumahnya’, Jalan Makam T. Nyak Arief, Gampong Lamreung Meunasah Bak Trieng, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Jumat, 26 Februari 2021.

Abdullah mengaku belum tercatat sebagai penduduk setempat. Padahal, dirinya lahir di desa tersebut.

Sebelum menetap di bantaran sungai ini sejak sekitar delapan tahun lalu, ia tinggal di Bireuen, rumah mertuanya.

“Sejak tahun 1989 pergi merantau, berkeluarga setelah tsunami (setelah tahun 2004). Dulu, kerja jual sayur dengan mobil milik orang. Saya mondar-mandir Bireuen-Takengon-Banda Aceh. Tak lama setelah berkeluarga, saya pulang ke mari,” ujar Abdullah didampingi istrinya, Khairunisa, warga Bireuen dan putri sulungnya.

Abdullah bersama keluarga kecilnya berada di tempat tinggalnya yang berdampingan dengan kandang sapi. (Foto: Nasir Nurdin/Theacehpost.com)

Tak memiliki pendapatan pasti membuat Abdullah dan istri ‘banting tulang’ mencari nafkah dengan bekerja serabutan.

Semua dikerjakan demi kebutuhan hidup.

“Sejak balik kampung, saya mendirikan pondok di sini (menumpang). Kami tanam sayuran. Karena kena penertiban, tidak menanam lagi. Sekarang saya kerja angkut pasir ke mobil, hanya dari ini penghasilan sekarang, istri pun lagi sakit,” tuturnya.

“Sudah setahun pelihara sapi, palingan sekitar lima bulan lagi baru bisa dijual. Nanti saya dapat pembagian dari hasil penjualannya,” kata Abdullah sambil mengusap kepala anak bungsunya yang tertidur pulas di kasur yang hanya berbatas triplek dengan kandang sapi.

Abdullah pun mengaku belum pernah mendapat perhatian dari pemerintah.

Menurutnya, pihak gampong sedang mengurus administrasi kependudukannya di desa tersebut.

“Saya sudah lama merantau meninggalkan desa sehingga akibat tidak menetap makanya saya tak punya KK di sini, meski saya lahir di kampung ini,” ujarnya.

Abdullah mengaku belum pernah dapat bantuan dari pemerintah.

“Kadang-kadang ada bantuan dari Pak Usman (kepala sekolah) dan Pak Mustakim pemilik sapi. Pak Usman satu kampung dengan istri saya, sekarang beliau juga sedang mendirikan bangunan kayu di sebelah untuk saya tinggal,” ucap Abdullah penuh haru.

Kunjungan Theacehpost.com ke pondok Abdullah didampingi Pengurus RAPI Aceh, Edward, S.Pd.

“Kami berharap ada perhatian untuk Pak Abdullah sehingga beliau dan keluarga bisa memiliki tempat tinggal yang layak,” ujar Edward. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *