Periode Kedua TM Nurlif, Golkar Aceh Dinilai Kehilangan Arah dan Amburadul

waktu baca 4 menit
Teuku Mudasir

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Memasuki periode kedua kepemimpinan TM Nurlif, kondisi Partai Golkar Aceh dinilai oleh sejumlah kalangan—termasuk kadernya sendiri—semakin kehilangan arah dan amburadul.

“Sangat disayangkan Golkar Aceh  semakin kehilangan arah dan  keluar dari khittahnya sebagai partai politik kekaryaan dengan implementasi tindakan nyata dalam pembangunan,” kata salah seorang tokoh senior Golkar Aceh, Teuku Mudasir dalam siaran pers-nya yang dikirim ke Theacehpost.com, Rabu, 22 September 2021.

Berbagai pendapat kritis dan penilaian terhadap Golkar Aceh yang disuarakan oleh Teuku Mudasir belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari Ketua DPD Golkar Aceh, TM Nurlif.

Pesan WA yang dikirim Theacehpost.com pada pukul 17.21 WIB, Rabu, 22 September 2021 ke nomor yang biasa digunakan—termasuk permintaan izin untuk konfirmasi by phone—belum direspons meski indikator online terlihat di nomor yang digunakan.

Dalam siaran pers-nya, Teuku Mudasir menyatakan, seharusnya Golkar Aceh saat ini sudah memperlihatkan kinerja yang cukup baik, karena ini merupakan periode kedua  kepemimpinan TM Nurlif.

banner 72x960

“Memasuki periode kedua harusnya sudah jauh lebih baik karena berbagai pengalaman periode sebelumnya. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, seperti kehilangan arah dan amburadul,” kata Teuku Mudasir yang akrab disapa Cek Mu yang kini sebagai Wantim DPD II Golkar Aceh Selatan.

Kesan amburadul dan tidak sesuai mekanisme yang berlaku antara lain masih adanya kepengurusan ganda.

Cek Mu mencontohkan pengurus yang sudah terpilih menjadi Ketua di DPD II, masih juga duduk dalam kepengurusan aktif di DPD I sebagai Wakil Ketua. “Ini jelas melanggar ketentuan partai,” ungkap Cek Mu yang juga mantan ketua DPD II Golkar Aceh Selatan.

Selain itu, lanjutnya, sejumlah pengurus yang sudah meninggal, hingga saat ini belum juga dilakukan penggantian.

“Saya tidak tahu arah pemikiran semacam itu. Apakah ada misi terselubung ingin menghancurkan Golkar di Aceh, muda-mudahan saja tidak,” kata Cek Mu.

Konsolidasi semu

Cek Mu juga menilai konsolidasi yang sering didengungkan nyaris hanya konsolidasi semu yang terlihat di permukaan.

“Padahal konsolidasi harus nyata sampai ke tingkat desa (gampong) karena paling penting ada kepengurusan yang solid dan berakar di desa. Logikanya, jika menang dI tingkat desa, maka bisa dipastikan menang di tingkat kecamatan dan seterusnya,” ulas kader Golkar ini.

Cek Mu juga mengaku mendapat kabar sudah sangat jarang ada rapat kepengurusan DPD I, baik rapat pleno dan sejenisnya. Ini menandakan konsolidasi internal saja tidak efektif, bagaimana konsolidasi eksternal bisa efektif.

“Mungkin keputusan yang diambil selama ini hanya menurut yang ada di kepalanya sendiri tanpa melibatkan pengurus harian selurunnya.  Maka tidak salah kalau partai selama ini kehilangan arah,” sentil Cek Mu.

Soal Capres 2024

Harapan Partai Golkar ingin mengusung Ketum DPP Golkar, Airlangga Hartarto menjadi capres 2024, menurut Cek Mu, khusus untuk Aceh jangan berharap banyak kalau partai masih dipimpin oleh orang seperti sekarang ini.

“Saya berharap Ketum dan jajaran DPP Partai Golkar harus secepatnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kepimpinan TM Nurlif di Aceh. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut akan sulit diperbaiki. Jangan ragu ambil tindakan, meski harus diamputasi agar penyakit tidak menjalar ke seluruh bagian tubuh yang lain,” sarannya.

Kecenderungan terkini,  menurut Cek Mu, arah visi dan orientasi  Golkar relatif dibelokkan, dari khittahnya yang merupakan partai karya kekaryaan dan pelaku pembangunan.

Berkaca pada riwayat rekam jejak partai sejak awal berdiri,  katanya, Golkar merupakan partai yang senantiasa bermitra dengan pemerintah di semua tingkatan.  Logisnya, langkah dan kiprah Golkar dalam korelasinya bermitra dengan pemerintah tidak membingungkan dan aneh.

Buktinya,  lanjut Cek Mu, dua agenda politik di parlemen Aceh yaitu interpelasi dan LKPJ Gubernur Aceh, sikap politik Golkar justru sangat bertolak belakang dengan khittah politik dan nilai-nilai filosofi dasar Partai Golkar. Bahkan cenderung bertindak sebagai oposisi  frontal.

Menyangkut interpelasi  terhadap Gubernur   Aceh pada 2020 lalu, katanya, yang telah membuat kegaduhan politik di Aceh kala itu.

“Yang paling fatal interpelasi itu tidak mengarah ke output yang jelas dan nyata, sejak digulirkan setahun lalu. Jelas dagelan politik seperti ini menyeret kader partai yang di parlemen ke arah delegitimasi politik personal kader, wibawa serta nama baik fraksi. Tentu ini telah mencoreng nama baik Partai Golkar secara kelembagaan karena terseret dalam manuver  politik  main-main seperti itu,” sindirnya.

Di bagian akhir pernyataannya, Cek Mu menyerukan agar TM Nurlif selaku Ketua Golkar Aceh harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan ke publik dan khususnya pada kader Golkar di Aceh kenapa terjadi kondisi seperti sekarang ini. “Kenapa dia mengambil langkah politik yang terkesan one man show yang sangat merugikan partai,” demikian Teuku Mudasir. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *