Penyakit Jantung Koroner, The Silent Killer

waktu baca 5 menit
Jamilah
banner 72x960

Oleh Jamilah, SKM *)

SEMAKIN maju sebuah negara, maka akan semakin banyak masalah yang terjadi. Tidak hanya dari segi masalah ekonomi dan social budaya saja, akan tetapi dari segi kesehatan juga sangat menentukan berjalannya arah pembangunan sebuah pemerintahan ke arah yang lebih baik.

Salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tertinggi saat ini adalah penyakit tidak menular atau dikenal juga dengan istilah Non Communicable Diseases (NCD).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2018 menunjukkan terdapat enam penyakit tidak menular terbanyak yang tertinggi kasusnya dan menyebabkan kematian yaitu penyakit kardiovaskuler (jantung koroner dan stroke), diabetes, kanker, pernafasan kronik (asma dan PPOK), ginjal, dan gangguan mental.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia setelah stroke. Terdapat kasus baru 1,5 juta per tahun, sekitar 200.000 kematian akibat PJK.

Apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini, penyakit komorbid khususnya penyakit jantung menjadi salah satu penyumbang kematian terbanyak.

Gaya hidup yang tidak sehat sering kali menjadi penyebab utama seseorang mengidap sebuah penyakit.

Konsumsi makanan yang tidak sehat, sering begadang dan jarang berolahraga adalah sedikit faktor yang dapat mengganggu kesehatan kita.

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat adalah penyakit jantung. Selain dikenal sebagai silent killer (pembunuh senyap), penyakit jantung koroner juga dikenal lebih mematikan dari kanker.

Penyakit jantung dikenal sebagai silent killer karena penyakit ini bisa menyerang tanpa tanda atau gejala, hingga akhirnya seseorang mengalami serangan jantung koroner atau gagal jantung.

Bahkan, penyakit jantung kini tidak lagi hanya diderita oleh orang lanjut usia saja, mereka yang termasuk usia produktif pun banyak yang sudah memiliki penyakit jantung.

Penyakit ini dulunya hanya dialami oleh pria berusia di atas 45 tahun dan wanita berumur lebih dari 55 tahun. Namun, pola tersebut sudah tidak berlaku saat ini karena serangan jantung bisa menyerang orang-orang berusia jauh lebih muda hingga usia 30 tahun-an.

Faktor risiko 

Banyak faktor risiko yang menyebabkan seseorang terkena penyakit jantung, seperti merokok, hipertensi, kolesterol, diabetes melitus, hingga keturunan dari orang tua atau saudara sekandung (sakit jantung dini, di usia kurang dari 55 tahun pada pria dan usia di bawah 65 tahun pada wanita). Anda patut waspada jika memiliki salah satu dari lima faktor tersebut.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua kelompok umur, Provinsi Kalimantan Utara berada pada urutan pertama dan Provinsi Aceh berada pada urutan ke delapan.

Program pengelolaan penyakit tidak menular sangat penting untuk mencapai target global pengurangan relatif 25% dalam risiko kematian dini pada tahun 2025, dan target SDG yaitu sepertiga pengurangan kematian dini akibat penyakit tidak menular pada tahun 2030.

Angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Penyakit jantung koroner merupakan suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan atau penyakit pada pembuluh darah utama jantung. Dimana terjadi penumpukan plak yang menyebabkan arteri koroner menyempit, dan membatasi aliran darah ke jantung.

Terkait penyakit jantung koroner, ada beberapa karakteristik yang patut kita ketahui dan waspadai mengenai jantung koroner untuk nyeri dada yang khas dan nyeri dada yang tidak khas:

* Nyeri dada yang khas, berupa: Rasa tertekan, berat, tercekik, tidak nyaman, terbakar, panas, napas berat yang terasa di dada tengah atau kiri, dapat menjalar ke ulu hati, leher, dagu, punggung, lengan dan bahu kiri.
* Nyeri dada yang tidak khas, berupa: Gejala menyerupai sakit maag atau gangguan pencernaan lain, seperti kembung dan nyeri ulu hati.

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner antara lain, faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok, dyslipidemia, hipertensi, diabetes, obesitas, diet, kurang aktivitas fisik dan konsumsi alkohol yang berlebihan. Juga terdapat faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti riwayat penyakit, riwayat keluarga (genetik), usia, dan jenis kelamin.

Latar belakang genetik dan geografi spesifik juga dapat mempengaruhi populasi tertentu terhadap peningkatan risiko kardiovaskuler. Saat ini penyakit jantung koroner masih berkontribusi sebagai spektrum penyakit jantung terbanyak di seluruh dunia dan menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Cara mencegahnya

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan penanganan dari penyakit kardiovaskuler, yaitu;

Pertama, perubahan gaya hidup (lifestyle). Contohnya atasi stres dengan relaksasi, stop merokok, stop minuman beralkohol, konsumsi makanan yang sehat dan seimbang, serta pertahankan kebugaran jasmani dengan olahraga teratur.

Kedua, segera memeriksakan diri bila bergejala.

Ketiga, kontrol dan berobat rutin (tepat obat dan tepat dosis).

Keempat, stop merokok selama lima tahun juga dapat menurunkan risiko serangan jantung sebanyak 50-70%.

Kelima, makanan sehat dan seimbang, rendah lemak, yaitu yang kaya serat, sayuran hijau, buah yang kaya vitamin, hindari fast food (cepat saji).

Terakhir, menjaga tekanan darah, kadar gula dan kolesterol agar selalu terkontrol.

Upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan RI dalam pencegahan dan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah diantaranya dengan mensosialisasikan perilaku CERDIK ke masyarakat, yaitu Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola stres.

Selain itu, masyarakat diimbau melakukan pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan kolesterol rutin atau minimal sekali dalam setahun di fasilitas pelayanan kesehatan.

Menjaga gaya hidup tetap sehat, kontrol rutin kesehatan, serta mengenali tanda dan gejala gangguan terkait penyakit kardiovaskular secara dini dan memeriksakan ke fasilitas kesehatan, dengan tetap menjaga disiplin protokol kesehatan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi SARS-CoV-2 dan juga penyakit kardiovaskular. []

*) Penulis adalah Mahasiswi Prodi Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *