Nasir Zalba dan Cita-Cita Terakhirnya Sebelum Berpulang

waktu baca 4 menit
Nasir Zalba. (Foto: WAG NEW KSA)
banner 72x960

Catatan Usamah Elmadny*)

HARI itu, Selasa, 5 Januari 2020. Siang itu Bang Nasir—begitu kami sering menyapa Nasir Zalba—singgah ke kantor.

Seperti biasa setiap berjumpa berbagai hal mengalir kami bicarakan. Beliau adalah sosok yang ramah, enak sebagai kawan bicara, dan selalu hangat dalam setiap perjumpaan.

Beliau bilang besok, Rabu, 6 Januari 2020, akan berangkat ke Singkil dalam kapasitas beliau sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh.

Seperti diketahui, setelah tidak lagi menjabat Kepala Badan Kesbangpol Aceh, Nasir Zalba ditunjuk Gubernur Aceh sebagai Ketua FKUB.

FKUB adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

Nah, salah satu tugas beliau adalah memfasilitasi harmonisasi antarumat beragama di Kabupaten Singkil.

Ketika itu beliau bercerita bahwa masalah Singkil bagi Aceh seperti api dalam sekam. Dari jauh terlihat tidak ada persoalan, tapi dari dekat apalagi di dalam terus membara.

Sejak menjabat Ketua FKUB nyaris hari-hari dan pikiran beliau terus terkuras mencari solusi menyelesaikan persoalan disharmoni antarumat beragama di daerah ini dengan sebaik-baiknya.

Makanya di samping giat membangun koordinasi di tingkat provinsi, intens berkomunikasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak di Jakarta, beliau juga bolak balik Banda Aceh-Singkil yang sangat luar biasa menyita waktu dan tenaganya.

Sejak pertemuan itu saya tidak pernah bersua lagi dengan Bang Nasir. Hingga kemudian, pukul 11.30 WIB, Senin, 1 Maret 2021 beberapa WhatsApp Group mengabari bahwa Bang Nasir telah berpulang ke hadirat-Nya di RSUZA setelah beberapa hari dirawat.

***

Kamis, 18 Januari 2021, saya bertemu Prof. DR. Yusni Saby, MA, di rumah Tgk. Akmal Abzal pada acara seunujoh ibunda komisioner KIP Aceh ini.

Di sela-sela makan kenduri, Pak Yusni mengabari bahwa Bang Nasir sedang sakit dan dirawat ICCU RSUZA Banda Aceh. “Saya telah berkunjung, firasat saya sakit Pak Nasir kritis, mari kita berdoa,” kata Pak Yusni dengan suara agak tertekan.

Pak Yusni adalah salah satu mitra sekaligus kawan diskusi Bang Nasir dalam melaksanakan tugasnya sebagai Ketua FKUB Aceh.

Satu hari selang setelah mendapat informasi dari Guru Besar UIN Ar-Raniry tersebut saya pun berkunjung ke RSUZA.

Setiba di sana tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa. Dari jendela kaca terlihat Bang Nasir tidur membujur dengan peralatan infus yang tergantung, sedang pihak perawat tidak mengizinkan pembesuk masuk.

Qadarullah, akhirnya Bang Nasir menyelesaikan purna hidupnya di tempat ini. Bang Nasir orang baik, dan banyak pihak yang merasakan kebaikan hidupnya.

***
Salah satu cita-cita mulianya yang belum selesai dituntaskannya sampai kemudian ajal menjemputnya adalah menyelesaikan persoalan umat beragama di Singkil.

Beliau sering menceritakan keluh kesahnya terkait rumitnya penyelesaian persoalan hubungan antarumat beragama di Singkil.

Beliau paham sekali terkait dengan apa yang terjadi di bumi tempat lahir Syech Abdurrahman As-Singkili itu. Karena persoalan di daerah ini telah digeluti dan diusahakan solusinya sejak beliau menjabat Kepala Kesbangpol Aceh sampai kemudian ditunjuk sebagai Ketua FKUB Aceh.

Kepada beberapa pihak, Bang Nasir sering curhat terkait rumitnya persoalan di Singkil dan tidak selesai-selesai dari waktu ke waktu.

Persoalan yang selalu mencuat di sana adalah agresifitas pemeluk agama tertentu mendirikan rumah ibadah. Padahal rasio rumah ibadah yang telah ada — lebih-lebih lagi yang rencana didirikan—berbanding terbalik dengan kebutuhan dan jumlah pemeluk agama tersebut di Aceh Singkil.

Persoalan inilah yang sering kali memantik perseteruan. Umat Islam sebagai mayoritas di sana yang tidak dapat menerima agresifitas berlebihan dan juga pendirian rumah ibadah agama tertentu di lokasi tidak ada penganut agamanya akhirnya tidak bisa menerima.

Berkali-kali ribut, berkali-kali pula dibuat kesepakatan damai sebagai jalan keluar hidup berdampingan. Tapi berkali-kali pula kesepakatan yang dibuat sebagai modus pivendi itu dilanggar dan tidak dilaksanakan.

Semasa hidupnya yang tidak dapat dipahami dan diterima Bang Nasir adalah sikap beberapa pihak yang sengaja memframming kasus Singkil sebagai bentuk intoleransinya umat Islam Singkil.

Sebagai sosok yang berkali-kali terlibat dalam penyelesaian Kasus Singkil, Bang Nasir merasakan ada pihak luar yang ikut bermain.

Dalam melaksanakan tugasnya memfasilitasi kasus Singkil, Bang Nasir sering merasakan adanya tekanan dan semacam campur tangan pihak luar yang cenderung membesar-besarkan sesuatu yang sesungguhnya hanya persoalan kecil di Singkil.

Bang Nasir yakin bila para pihak di Singkil—terutama kelompok minoritas— bersedia mengendalikan ego sektoral, menghentikan upaya-upaya internasionalisasi, dan pihak luar Aceh tidak ikut fase-cawe, maka beliau yakin persoalan Singkil ini akan dapat diselesaikan dengan arif dan dilandasi semangat kekeluargaan dan kebangsaan.

Semangat Bang Nasir untuk memfasilitasi Kasus Singkil lewat FKUB yang diketuanya itu kadangkala membuat Bang Nasir lupa akan usianya. Apapun kondisinya, apa yang sedang ditangani Bang Nasir bersama kawan-kawan FKUB adalah pekerjaan berat yang menyita waktu dan tenaga. Sedangkan Bang Nasir tidak muda lagi.

Apapun niat baik kita, segenap cita-cita yang hendak kita entaskan, tentu kita punya batas. Dan Bang Nasir dengan segala pengabdiannya telah mencapai tapal batas.

Semoga cita-cita Bang Nasir sebelum berpulang itu dapat kita lanjutkan. Dilanjutkan oleh generasi Aceh terbaik lainnya.

Selamat jalan Bang Nasir, beristirahatlah dengan tenang. Allahummaghfirlahu warhamhu.[]

*) Usamah Elmadny, Editor dan Kolumnis Theacehpost.com

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *