Musim Hujan, Drainase dan Kecelakaan

waktu baca 5 menit
Mukhsin Rizal, S.Hum., M.Ag., M.Si
banner 72x960

Oleh Mukhsin Rizal, S.Hum., M.Ag., M.Si *)

MUSIM hujan tiba, di beberapa luas jalan kita temukan genangan air sehingga membuat pengguna jalan tidak nyaman, khususnya pengendara mobil dan kereta.

Tak jarang pengguna jalan mereka adu mulut dan adu jotos yang disebabkan oleh jepretan genangan air hujan.

Masalahnya dimana? Usut punya usut ternyata di mental dan prilaku kita yang masih menganggap memelihara dan menjaga sarana dan prasarana umum adalah tugas pemerintah.

Ya.. persepsi itu bisa jadi benar karena biaya pemeliharaan dan rehab dapat dianggarkan oleh pemerintah dan kita sebagai masyarakat hanya mengunakannya saja.

Tetapi yang perlu di ingat bahwa seluruh sarana dan prasarana publik yang dibangun tujuannya semua adalah untuk kemaslahatan masyarakat dan pemanfaatannya sudah pasti untuk kita sebagai masyarakat.

Tujuan dibangunnya jalan agar terhubungnya daerah-daerah sehingga silaturahmi dan perekonomian masyarakat dapat tumbuh dan berkembang dengan mudahnya akses transportasi.

Selain jalan, hal terpenting lainnya adalah sistem drainase (serangkaian bangunan yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal)

Drainase pada musim penghujan seperti saat sekarang ini menjadi sangat penting agar tidak terjadi genangan air di ruas jalan dan perumahan masyarakat.

Pentingnya drainase terlihat dari keberadaan lembaga yang mengurusi khusus drainase dibentuk. Pun demikian kehadiran lembaga tersebut tidak akan menjamin air tidak akan menggenangi jalan, jika tidak ada peran serta masyarakat.

Kita sering sekali menganggap sepele buang sampah sembarangan, menimbun tanah sesuka hati yang meyebabkan parit dipingir jalan tidak berfungsi.

Seingat penulis, drainase tiap tahun diperbaiki bahkan ekspetasi peluang hujan dan kerusakan akibat masa pakai terukur dengan baik melalui perhitungan teknis konsultan.

Nyatanya beberapa tempat pemukiman dan ruas jalan masih sering mengalami banjir genangan akibat hujan meskipun drainasenya sudah dilakukan perbaikan.

Ini menunjukkan bahwa ada faktor fisik yang mempengaruhi terjadinya banjir genangan tersebut, seperti penyempitan gorong-gorong, cekungan dasar saluran, dan saluran menjadi jalur pipa air minum.

Selain itu juga ada sejumlah faktor sosial yang mempengaruhi terjadinya banjir genangan tersebut misalkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan drainase masih rendah.

Kondisi seperti ini bisa jadi disebabkan oleh wawasan masyarakat  tentang pentingnya memelihara lingkungan masih kurang atau kepercayaan masyarakat terhadap sarana dan prsarana tersedia tidak ada, sehingga menyebabkan tidak adanya “rasa memiliki akan sarana dan prasarana publik”

Peran serta masyarakat untuk menjaga dan memelihara drainase terlihat dari masih rendahnya kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan dimulai dari buang sampah sembarangan, menimbun tanah sembarangan, membangun gedung tanpa memperhatikan selokan, aliran pembuangan air dan lain sebagainya.

Padahal kita tahu bahwa menjaga dan memelihara drainase adalah hal terpenting dalam mencegah banjir dan genangan air.

Drainase sering tidak berfungsi atau dengan kata lain banjir genangan masih tetap terjadi disebabkan oleh faktor teknis dan faktor sosial.

Secara teori masih terjadinya genangan diakibatkan karena kapasitas saluran drainase tidak mampu mengalirkan debit limpasan air hujan, sehingga kapasitas saluran menjadi lebih kecil dan akhirnya menimbulkan banjir genangan.

Kita tahu bahwa secara topografi, Kota Banda Aceh berada pada dataran rendah dengan ketinggian sekitar 0,3 meter sampai 4 meter di atas permukaan laut, sehingga kemungkinan sistem drainase yang ada di beberapa wilayah Kota Banda Aceh terpengaruh oleh kondisi muka air laut dan kondisi muara.

Permasalahan banjir dan genangan merupakan suatu hal yang rutin terjadi setiap curah hujan dengan frekuensi tinggi dengan waktu genangan antara 2 hingga 8 jam, sehingga menimbulkan kerugian baik dari aspek ekonomi dan fisik sarana dan prasarana jalan.

Salah satu sistem drainase Kota banda Aceh adalah Sungai Krueng Aceh yang mengalir melalui Kota Banda Aceh dengan beberapa anak sungainya seperti Krueng Daroy dan Krueng Neng merupakan saluran drainase alam yang menjadi outlet dari saluran-saluran drainase yang ada.

Sehingga aliran air hujan yang mengalir di saluran drainase sangat dipengaruhi oleh permukaan air di sungai tersebut. Padahal permukaan air sungai dipengaruhi oleh pasang surut air laut, oleh sebab itu, aliran air hujan tidak dapat selalu dialirkan secara gravitasi.

Kondisi ini terjadi dalam kondisi ideal, dapat anda bayangkan jika volume sampah dan sumbatan banyak maka apa yang akan terjadi.

Selain wawasan/kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga drainase yang meliputi apa dan bagaimana dalam menyikapi kondisi drainase yang ada, kepercayaan masyarakat terhadap drainase juga erat kaitannya, hal ini satu kesatuan yang dapat menggerakkan kesadaran masyarakat untuk memiliki, menjaga dan memelihara drainase yang ada.

Seringkali masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam pembangunan, (padahal kita tahu bahwa setiap pembangunan didahului oleh analisa kebutuhan masyarakat).

Okey..kita tidak akan membahas itu, kita akan melihat bagaimana dampak dari tidak terjaga, terpeliharanya sarana dan prasarana publik khususnya drainase.

Penulis yakin para pembaca sering melihat cekcok/adu mulut/adu jotos para pengguna jalan akibat jepretan genangan air pascahujan.

Bahkan pada kasus tertentu saat mengelak genangan air di ruas jalan, sering pengendara ditabrak oleh pengendara yang lain, yang menyebabkan kecelakan di jalan raya.

Akibatnya ada yang meninggal, luka-luka dan kendaraan rusak. Sungguh kalau sudah demikian, maka jalan telah membuat kita tidak nyaman.

Kenapa ini semua terjadi, salah satu jawabanya adalah karena kita abai terhadap fungsi sarana dan prasaran umum. Khusunya fungsi drainase saat musim hujan.

Oleh sebab itu budaya menjaga lingkungan, dimulai dari membuang sampah pada tempatnya, menjaga aliran sungai, tidak menyumbat parit/gorong-gorong dan tidak membuang sampah di dalam got sudah harus digalakkan.

Kontrolnya mudah sekali, dimulai dari aparatur gampong level kepala dusun sampai kepada pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan.

Semuanya harus ramah lingkungan dan tidak merusak drainase yang ada. Waallahualam bissawab.

*) Penulis adalah Magister Ilmu Administrasi Publik

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *