Menyeimbangkan Selera dan Gagasan di Pasee

waktu baca 7 menit

Bagaimana pendapat Adinda tentang masa lalu dan masa kini Pasee?. Serta bagaimana estimasi Adinda terhadap masa hadapan Pasee?.

Pasee adalah sebuah entitas tiga ruang waktu: Masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.

Di masa lalu entitas ini dikenal dengan Samudra Pasai.

Sebuah nama pemerintahan berbentuk kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dan keemasan.

Dikenal sampai ke luar negeri, rakyatnya taat dan makmur serta menjadi salah datu pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komunitas utamanya.

banner 72x960

Pemimpin Samudra Pasai ketika itu adalah pemimpin terbaik. Mencintai rakyat dan dicintai rakyatnya. Namanya Meurah Silue, tapi rakyat dan ulama ketika itu bersepakat memanggilnya dengan Malik Al Salih. Artinya pemimpin yang salih.

Ini bukan mitos. Mitos adalah cerita dari mulut ke mulut tanpa fakta. Silakan baca catatan Ibnu Batutah yang pernah berkunjung ke Pasai dan menceritakan apa yang dilihatnya itu.

Itu tentang Pasee masa lalu. Insya Allah kita bersepakat dengan fakta sejarah itu.

Bagaimana dengan Pasai hari ini?.

Tentang Pasai hari ini tentu kita boleh-boleh saja berbeda pendapat. Tergantung sudut pandang — objektif atau subjektif —- yang kita usung masing-masing.

Namun untuk meminimalisir perbedaan pendapat di antara kita tentang fakta atau kondisi nyata Pasee hari ini kita dapat secara langsung melihat secara kasat mata lalu mengambil sebuah sebuah kesimpulan dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang jernih terhadap apa yang saat ini kita saksikan di Pasee tercinta.

Lalu bagaimana estimasi kita terkait masa hadapan Pasee?.

Masa hadapan yang kita maksudkan adalah hari-hari yang akan datang, termasuk ketika siklus kepemimpinan yang ada saat ini berakhir dan diganti atas kesepakatan rakyat Pasee sebagai pemilik mandat yang hakiki.

Sebagai sebuah dialektika politik dan kekuasaan, selalu saja ada orang yang menghitung kapan interval sebuah kekuasaan berakhir, seraya berharap ketika interval itu tiba, dia menjadi pilihan rakyat Pasee yang diberikan ruang dan waktu untuk untuk “mengabdi” mengurus pemerintahan dan rakyat Pasee dengan sebaik-baiknya. Lebih baik dari yang ada saat ini.

Bagi kita siapa pun yang berminat menjadi pemimpin Pasee di masa hadapan, maka ia itu ibarat seorang laki-laki yang mau menikah.

Laki-laki yang kita harapkan itu adalah laki-laki yang sehat dan sempurna secara lahiriah dan batiniah. Seorang laki-laki yang bukan hanya romantis. Tetapi lelaki yang bertanggung jawab untuk menjaga dan merawat isterinya sepenuh hati dan sepenuh waktu.

Bukan seperti kumbang yang hinggap di bunga. Hinggap sebentar, menghisap madu, lalu pergi.

Kita tidak mengharapkan Pasee masa hadapan seperti bunga itu. Silih berganti setiap kuartal datang laki-laki yang lagaknya mau membantu,tapi tekad utamanya hanya mau menghisap madu.

Semua “laki-laki” mata keranjang harus tahu bahwa Pasee hari ini dan beberapa waktu ke depan bukanlah lagi sekuntum bungan yang banyak madu.

Tapi ia ibarat seorang janda. Ya, seperti seorang janda. Sudah janda, miskin, wajahnya tidak cantik, dan kondisinya sakit-sakitan.

Kalau seorang laki-laki yang datang hanya ingin menikmati janda kembang, lalu menikmati kecantikan dan pengalaman layanan suami -isteri, lalu di sela-sela itu mengeksploitasi kekayaan sang janda untuk kepentingan hedonismenya, maka laki-laki dimaksud telah salah alamat.

Pada “Perempuan Pasee” itu tidak ada objek yang diharapkan tersebut. Ya, “perempuan janda” tapi tidak kaya. Juga tidak cantik lagi. Kecantikannya adalah cerita masa lalu. Karena kemiskinan yang telah lama mendera kecantikan itu telah lama sirna. Bahkan yang mengejutkan “Perempuan Pasee” itu sedang sakit-sakitan.

Jadi siapapun di masa hadapan yang bermaksud menikahi “perempuan Pasee” itu dengan tujuan seperti di atas, maka pada malam pertama setelah pernikahan ia langsung kecewa berat. Karena bukan hanya miskin, perempuan yang dinikahi itu juga tidak cantik lagi bahkan sakit-sakitan.

Begitulah kira-kira ilustrasi Pasee hari ini dan masa depan. Boleh sepakat atau tidak sepakat.

Dalam minggu-minggu terakhir ini saya banyak berkomunikasi dengan orang kampung di Pasee. Baik yang telah berdomisili di Banda Aceh, datang ke Banda Aceh, atau bertemu saat pulang ke Pasee.

Mereka bercerita si ini si itu akan meminang jadi suami “ perempuan Pasee”. Yang ini mau calon bupati. Yang itu mau jadi calon wakil bupati. Intinya selera sejumlah pihak untuk menjadi penguasa di “Kerajaan Samudra Pasai” itu sudah mulai bermunculan. Bahkan ada yang libido politiknya tidak mampu disamarkan lagi.

Kita sepakat di atas altar demokrasi semua itu adalah sesuatu yang wajar. Demokrasi politik yang telah kita sepakati memberi hak kepada setiap warga negara untuk dipilih dan memilih.

Namun dalam konteks kepemimpinan Aceh Utara ke depan, maka siapapun yang ingin mengabdi — untuk tidak menyebutkan berkuasa, hendaklah menyeimbangkan antara selera dan gagasan.

Selera menjadi pemimpin itu penting. Tapi kekayaan gagasan bagi seorang yang bernafsu menjadi pemimpin politik jauh lebih penting.

Seseorang yang ingin menjadi pemimpin politik, tetapi yang bersangkutan minus bahkan tuna gagasan, maka itu sama seperti seorang laki-laki memutuskan menikah dan dia menyangka bahwa menikah itu hanya urusan hubungan badan. Tidak lebih. Sangat mudah dan enak sekali.

Tidak demikian Adinda!.

Pemimpin politik semisal Bupati itu adalah seni mempraktikkan gagagasan. Bagaimana seseorang merealisasi gagasannya bila sejak dari awal dia tidak punya gagasan.

Seseorang itu punya gagasan bila dia memahami persoalan dan mampu mengidentifikasi serta memetakan persoalan yang ada. Lalu dia punya talenta dan kapasitas mendiagnosa persoalan, dan kemudian menawarkan solusi dalam bentuk gagasan-gagasan brilian, mencerahkan, realistis baik jangka pendek maupun jangka pandang.

Kekayaan gagasan ini yang kita lihat belum ada pada beberapa orang yang telah memperlihatkan selera besarnya untuk menjadi Sulthan Kerajaan Samudra Pasai ke depan itu.

Mereka baru pada tahapan membayangkan nikmat dan empuknya kursi sulthan.

Sama sekali mereka belum tahu dan sadar bahwa kursi sultan yang empuk itu semata-mata sebagai harga mahal yang dibayar rakyat Pasai karena Sang Sultannya mampu memahami persoalan kehidupan yang sedang dan akan mereka hadapi serta mampu memberi mereka jalan keluar. Tapi bila sang Sultan tidal mampu, maka rakyat rugi Besar. Ibaratnya arang habis besi binasa.

Terkait dengan ikhtiar menata ulang Kesultanan Samudra Pasai yang lebih baik di masa yang akan datang, di medsos saya melihat sudah bayak yang memperlihat selera tapi masih tuna gagasan.

Saya khawatir karena terlalu diamuk selera — seperti perempuan hamil yang lagi ngidam — mereka justru tidak tahu dan tidak sadar apa persoalan yang ada dan apa jalan keluar yang harus ditawarkan ketika selera itu dapat diwujudkan. Karena tidak paham persoalan, maka selanjutnya yang terjadi adalah rezim penikmat kekuasaan, bukan rezim yang membawa perubahan dan kebaikan di Bumoe Pasee. Kekuasaan dan penguasa boleh datang dan pergi, berkali-kali, tapi perubahan ke arah yang lebih baik semakin sulit menampakkan wajahnya .

Ahad pagi, 28/6, saya dalam kesempatan pulang kampung ngopi pagi di Station Caffe, di sebuah sudut Kota Lhokseumawe.

Tiba-tiba seorang anak muda Pasee berpenampilan rapi, gagah dan terpelajar mendekati tempat duduk saya. Saya mengajaknya ngopi. Tapi dia menolak, alasannya dia sudah sarapan pagi.

Saya teringat dan kepincut sama anak muda itu karena dua hal. Pertama, dia menceritakan kepada saya sejumlah persoalan yang membenahi Pemerintahan Pasee saat ini.

Soal aset, soal struktur pemerintahan gang kaya struktur miskin fungsi, soal ibukota kabupaten yang sudah 20 tahun tidak pindah-pindah, soal tatakelola pemerintahan, soal PAD yang terus seret, soal APBK yang tiap tahun defisit, dan selaksa persoalan pemerintahan Kabupaten Aceh Utara lainnya.

Yang kedua, ternyata dia punya gagasan. Dengan lancar dan percaya diri dia menawarkan kepada saya solusi satu persatu dari persoalan yang ada di Aceh Utara hari ini.

Bukan persoalan mungkin atau tidak gagasan itu dilaksanakan, tetapi ketika dia bertekad mewakafkan durinya sebagai pemimpin dia sudah memiliki peta jalan atau road map yang akan dilaksanakannya Jima kesempatan itu ada di kemudian hari.

Saya suka sama anak muda ini.

Bukan hanya punya selera tapi juga gagasan. Semoga yang lain yang saat ini sudah punya selera supaya melengkapi hasratnya itu dengan sejumlah gagasan menarik dan visioner. Bukan hanya bilang mau Dan suka kawan, tapi tak tahu mau buat apa setelah kawin.

Aceh Utara tidak akan bisa diperbaiki dengan selera dan syahwat politik saja. Perlu gagasan-gagasan realistis untuk membalik keadaan menjadi lebih baik.

Dan pada akhirnya ikhtiar memperbaiki keadaan di Samudra Pasai akan menjadi kenyataan bila pilihan dan keputusan rakyat juga sinergis.

Memilih pemburu selera, atau memilih calon pemimpin yang bukan hanya punya selera tapi juga kaya gagasan.

Nyan ban!.[]

Komentar Facebook

Baca Lainnya

0
0

Janda Bolong

Redaksi
0

Perang Jen

Redaksi
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar

  1. Fajri M Kasin

    Saya saya tertarik dgn konten Canda ini, krn kembali kepada konsep filosofi kepemimpinan yg hari2 ini kabur krn sistim yg terbangun dari proses demikrasi liberal yg berat diongkos telah mengaburkan hakikat dari kepemimpin itu sendiri..semua orang telah dikontaminasi pada aspek bagaimana proses mendapat dukungan kepemimpinan tampa dan miskin mempertimbangkan kesanggupannya menjalankan mandat kepemimpinan dgn karakter yg visioner utk merubah keadaan pase secara real hari ini. potensi sosio historis yg dimiliki oleh Pasee yg mesyuhu seantora belahan bumi setelah ibnu batutah menginjak kakinya di bumoe malik as-salih..menjadi point awal sebagai spirit bergerak merukyah pasee dari sakit hari ini setelah melewati pase konflik yg sangat panjang yg telah meruntuhkan hampir semua sendi kehidupan sosial termasuk sosio kepemimpinan dan rusaknya generasi muda akibat sabu2 dan judi online dan kehidupan ribawi turunan kebijakn ekonomi kapitalis. ini dulu prolognya

    Balas
  2. Fajri M Kasin

    Kalau kita ingin berubah, langkah pertama yg harus kita lakukan terbuka dgn penuh ikhlas mengindetifikasikan kekurangan yg ada, dan harus ada political will semua stakeholder utk berani berobat kepada para ahli yg sanggup merukyah penyakit sehinggal anasir2 jahat itu tidak lagi bersarang pada tubuh kita. kalau perlu ahli rukyah harus kita datangkan dari segala tempat sehingga anasir jahat bisa dikalahkan yg pada akhir tubuh akan sehat kembali normal dan pola pikirnya akan sehat dan baik kembali.

    Balas
Sudah ditampilkan semua