Menakar Kualitas Pendidikan Aceh

waktu baca 2 menit
Deni Satria
banner 72x960

Oleh Deni Satria*)

DALAM beberapa pekan terakhir berita tentang pendidikan di Aceh menjadi trending topik di berbagai media.

Penulis tidak tahu apakah berita tentang pendidikan memang menarik untuk diulas atau jangan-jangan pihak media sedang membuka pintu untuk pengamat atau pakar pendidikan guna mencari tahu sejauh mana sebenarnya kualitas pendidikan di provinsi ini.

Mengikuti perkembangan berita tentang pendidikan anak Aceh, Kepala Dinas Pendidikan Aceh sangat bangga dan gembira atas hasil SNMPTN dan SBMPT tahun 2021.

Menurut data Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, putra-putri Aceh berhasil menguasai perguruan tinggi negeri sehingga Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh bangga kepada para kepala sekolah. Bahkan, Gubernur Aceh pun  memberikan apresiasi khusus kepada para kepala sekolah.

Hasil tersebut ditanggapi beragam oleh berbagai kalangan. Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng memberikan tanggapan yang sedikit berbeda.

Prof. Samsul mengatakan mutu pendidikan Aceh tahun 2021 belum lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Hasil yang dirilis Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) tahun 2021, untuk jalur sains dan teknologi (saintek) Aceh berada di peringkat 24 dengan rata-rata nilai yang diperoleh dalam ujian sebesar 486,6.

Sedangkan untuk siswa yang memilih jalur sosial dan humaniora (soshum) berada di peringkat 26 dengan perolehan nilai rata-rata siswa dalam ujian 472,86.

“Aceh berada di bawah Bengkulu yang berada di peringkat 18 untuk nilai rata-rata siswa, baik saintek dan soshum. Aceh juga ‘kalah’ dari Provinsi Papua Barat yang berhasil menempatkan siswa mereka berada di urutan 22,” terang Samsul Rizal sebagaimana dilansir Harian Serambi Indonesia.

Belum usai polemik tentang mutu pendidikan Aceh, muncul masalah lain yang mencoreng dunia pendidikan, yaitu ulah oknum Kacabdis Agara yang diberitakan melakukan pungli dalam rencana mutasi kepala sekolah.

Disebut-sebut, calon kepsek promosi diminta Rp 20 juta, sedangkan mereka yang sudah menjabat diminta setor Rp 15 juta, sebagaimana diberitakan banyak media.

Penulis tidak terlalu paham tentang sistem pengelolaan pendidikan di Aceh saat ini.

Penulis, dan bisa jadi kebanyakan masyarakat hanya bisa berharap dapat menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah terbaik dan kelak bukan hanya menjadi kebanggaan orang tua tetapi juga daerahnya. Apalagi kalau mereka bisa menjadi pemimpin negeri.

Harapan itu dipastikan bisa terwujud jika pendidikan Aceh benar-benar berkualitas, bukan ‘kualitas’ yang berpotensi dimentahkan. []

*) Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *