Melalui SLI, BMKG Aceh Besar Upayakan Literasi Iklim bagi Petani

waktu baca 3 menit
Rangkaian kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) di Gedung Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala. (Raja Baginda/Theacehpost.com)
banner 72x960

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Aceh Besar menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) secara bertahap di provinsi sentra pangan Indonesia, di Gedung Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Senin 27 Desember 2021.

Sekolah ini satu bentuk pendekatan literasi iklim guna mengurangi risiko dampak iklim ekstrem. Kepala Stasiun Klimatologi Aceh Besar, Wahyudin mengatakan, SLI mendukung program pemerintah untuk ketahanan pangan dan kemandirian ekonomi.

“Sekolah ini bagian dari kerja sama BMKG dengan pemerintah daerah untuk menjembatani pemahaman informasi iklim dari BMKG sebagai penyedia dengan petani sebagai end-user,” terang Wahyudin.

Sejak tahun 2020 lalu, pihaknya juga mengusung konsep SLI Operasional dengan berfokus pada kelompok tani binaan yang menekankan commodity-oriented, serta digelar secara berkelanjutan selama beberapa tahun ke depan.

Kegiatan diskusi terfokus SLI Operasional yang berlangsung pada Senin 27 Desember 2021. [Dok. BMKG]
“Hingga tahun ini sudah ada 418 alumni SLI dengan 16 kegiatan,” kata dia lagi.

Melalui sekolah ini, BMKG ingin para peserta dapat memahami dan memanfaatkan informasi iklim itu untuk keberlanjutan agrobisnis mandiri oleh petani. Karena itu, pihaknya juga butuh masukan dari para alumni SLI.

“Termasuk data soal sejauh mana kegiatan sekolah ini mempengaruhi perilaku petani dalam aktivitas kesehariannya,” tambah Wahyudin.

Kepala Stasiun Klimatologi Aceh Besar, Wahyudin, SP. M.I.Kom. [Dok. BMKG]
Lebih lanjut ia menjelaskan, SLI telah dilaksanakan sejak tahun 2011 silam, serta menoreh sejarah panjang termasuk capaiannya di Aceh. BMKG dalam hal ini juga menggelar ‘Expose SLI’ untuk mempublikasikan kegiatan yang telah mereka adakan selama ini.

Untuk kegiatan SLI Aceh ke depan, Wahyuddin berharap BMKG Stasiun Klimatologi Aceh Besar ke depan dapat menjalin kemitraan dengan semua pihak, baik pemerintahan maupun swasta.

Ia mencontohkan salah satu kemitraan tahun ini, yakni SLI Kakao di Sabang. Dengan kerja sama itu, ia berharap nantinya akan ada integrasi stakeholder mulai dari hulu ke hilir, seperti pembibitan, budi daya, panen, pasca panen, pemasaran dan diversifikasi produk kakao baik untuk kosmetik, makanan dan lain-lain.

Menurutnya, kegiatan SLI juga berupaya menghubungkan wawasan iklim dengan potensi sumber alam di Aceh. Seperti diketahui, distribusi curah hujan bulanan iklim Aceh berpola equatorial, di mana terjadi dua kali puncak hujan pada Maret-Mei dan Oktober-Desember.

Di sisi lain, Aceh masuk dalam 10 besar provinsi lumbung pangan nasional. Selain kopi, Aceh juga dikenal sebagai penghasil kakao.

“Terbukti 22 dari 23 kabupaten kota di Aceh merupakan produsen kakao. Luas lahan Kakao Aceh merupakan nomor dua di Sumatera setelah Sumatera Barat, dan nomor tujuh secara nasional,” kata dia, mengutip berbagai sumber.

Berangkat dari kondisi yang ada, maka tantangan inovasi SLI ke depan, salah satunya menggali pengembangan ciri khas dan potensi Aceh, agar kegiatan SLI menjadi lebih optimal.

“Juga penting mengupayakan semaksimal mungkin memberikan informasi cuaca dan iklim kepada petani untuk meminimalisir risiko gagal tanam, pemeliharaan, panen dan pasca panen,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *