Kenapa Dinamakan Ramadhan?

waktu baca 4 menit
Ilustrasi/Google.com

Theacehpost.com/www.laznaschevron.org/

RAMADHAN berasal dari kata dasar Ramidha-Yarmadhu yang artinya panas atau panas yang sangat menyengat dikarenakan rasa haus. Seperti Qadh Ramidha Yaumun yang artinya hari menjadi sangat panas.

Dinamakan Ramadhan karena bulan ini sebagai penghapus atau pembakar dosa-dosa. Ada juga yang berpendapat bahwa Ramadhan adalah salah satu nama Allah Swt.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya, “Janganlah engkau mengatakan Ramadhan, karena Ramadhan adalah salah satu nama Allah Swt. Maka hendaklah kamu mengatakan Bulan Ramadhan.” (Hadis inilah yang disepakati oleh imam Malik Ra.)

Di dalam buku Fathu Al-Qadir yang dikarang oleh Imam Al-Syaukani menerangkan bahwa puasa di dalam Bahasa Arab disebut shaum atau shiyam, yang diambil dari kata shawama yang secara etimologis artinya menahan dan tidak melakukan bepergian dari satu tempat ke tempat lain.

banner 72x960

Secara terminologis artinya menahan diri dari lapar dan haus serta jima’ dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan syarat-syarat dan waktu yang telah ditentukan.

Ibnu Mandzur mendefinisikan shaum secara istilah adalah meninggalkan makan, minum, menikah dan berbicara.

Hal ini ia ambil contoh dengan peristiwa yang dialami oleh Sayyidah Maryam ketika menjawab ejekan orang-orang kepadanya.

Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya ”Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” [QS. 19:26]. Puasa di sini adalah menahan diri untuk berbicara kepada siapapun.

Sebelum diwajibkan puasa pada bulan suci Ramadhan ada tiga fase yang dilewati oleh para sahabat:

Pertama: sesungguhnya Nabi Muhammad Saw ketika berhijrah ke Madinah, beliau telah memerintahkan umatnya agar melaksanakan puasa tiga hari di setiap bulan sebagai pelatihan yang tidak diwajibkan dan tanda ketaataan kepada Allah Swt.

Kedua: ketika puasa diwajibkan pada bulan suci Ramadhan kebanyakan para sahabat yang tidak sanggup melaksanakannya bahkan ada yang setiap hari memberi makan orang miskin. Sehingga turunlah firman Allah Swt yang artinya “Maka barang siapa di antara kamu yang menyaksikan bulan suci Ramadhan maka hendaknya ia berpuasa. Dan barang siapa yang sakit dan di dalam perjalanan maka hendaklah ia menggantinya di waktu yang lain.” Ayat ini turun untuk meringankan bagi yang sakit dan sedang dalam perjalanan.

Ketiga: puasa yang dilakukan para sahabat sebelumnya dengan berpuasa kemudian tidur setelah waktu maghrib dan tidak berbuka puasa dan belum makan sebelum tidur. Maka puasa ini sangat sulit dilakukan, apalagi seseorang yang sedang berpuasa lalu ia tidur maka ia mengantuk ketika berbuka. Bahkan ada seorang sahabat yang melakukan jima’ kemudian ia melaksanakan shalat isya dan belum berbuka puasa. Lalu hal ini telah di nasikh (dihapus) dengan membolehkan segalanya dari mulai tenggelam matahari sampai terbitnya fajar. Dan di sinilah ayat Allah Swt turun yang artinya “Dibolehkan atas kamu melakukan jima’ dengan istri-istrimu pada waktu malam hari. Mereka adalah pakaian kamu dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” Sehingga puasa pada bulan suci Ramadhan diwajibkan pada tahun kedua hijriyah.

Maka diwajibkanlah puasa pada bulan suci Ramadhan sebagaimana yang kita laksanakan sekarang. Allah Swt berfirman yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. 2:183). Kata kutiba adalah furidha atau diwajibkan diambil dari Al-Maktubu Fi Al-Lauhi Al-Mahfuzd.

Dari ayat ini timbul pertanyaan apakah diwajibkan puasa di sini sebagaimana orang-orang terdahulu?

Maka, di dalam buku Asilatu Al-Qurani Al-Majîdi Wa Ajwibatihâ yang dikarang oleh Syeikh Muhammad bin Abi Bakar bin Abdul Kadir Ar-Roji menjelaskan bahwa puasa umat sebelum nabi Muhammad dengan puasa pada masa Rasulullah memiliki persamaan di dalam ibadah puasanya saja dan memiliki perbedaan di dalam tata cara dan waktunya.

Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah Swt menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah Swt hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kamu semuanya kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS 5:48).

Sedangkan orang-orang Nasrani melakukan ibadah puasa sangat berbeda sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid “Bahwa orang-orang Nasrani melakukan puasa selama sebulan, apabila pemuka agama atau raja mereka sakit maka mereka mengatakan jikalau Allah Swt menyembuhkan raja mereka maka akan kami tambah 10 puasa. Sampai mereka melakukan puasa sampai lima puluh hari.” (H. Mohd. Yusuf Hasibuan, Lc)

Artikel ini sudah tayang di Blog https://www.laznaschevron.org/ berjudul: Kenapa Dinamakan Ramadhan?

 

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *