Hasil Kajian ISAD dan Tastafi Banda Aceh Soal Poligami: Boleh, tapi…

waktu baca 4 menit
Hj Rahimun SS (Anggota MPU Aceh), Tgk Jamaluddin Thaib MA (Ketua STAI Tgk Chik Pante Kulu), Ustaz Umar Rafsanjani Lc MA (Pimpinan Dayah Mini Banda Aceh), dan Tgk Mustafa Husen Woyla (Ketua DPP ISAD Aceh), menjadi narasumber kajian tentang poligami di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Senin, 27 Juni 2022, malam. (Foto: Dok. Theacehpost.com)
banner 72x960

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh bekerja sama dengan Majelis Tastafi Banda Aceh menyelenggarakan kajian tentang poligami di Hotel Hermes Palace, Senin, 26 Juni 2022, malam.

Kajian dengan tema “Mungkinkah Poligami?” ini menghadirkan empat narasumber dan seratusan peserta. Keempat narasumber yaitu Hj Rahimun SS (Anggota MPU Aceh), Tgk Jamaluddin Thaib MA (Ketua STAI Tgk Chik Pante Kulu), Ustaz Umar Rafsanjani Lc MA (Pimpinan Dayah Mini Banda Aceh), dan Tgk Mustafa Husen Woyla (Ketua DPP ISAD Aceh).

Pada kajian ini, Anggota MPU Aceh, Umi Hj Rahimun mengatakan pada era sekarang poligami hampir mustahil.

“Islam agama yang rahmatan lil alamin, termasuk dengan dibolehkannya poligami. Tapi, saya sebagai anggota MPU Aceh ini tidak serta merta mendukung poligami, karena ayat tentang poligami itu disertai dengan penekanan bahwa jika tidak sanggup berbuat adil maka hendaklah satu saja,” kata Umi.

Umi menjelaskan, Allah tidak melarang poligami. Mau menikah dua, tiga dan empat silakan, tapi dalam ayat berikutnya menekankan pentingnya keadilan.

“Saya tidak menentang poligami karena ayatnya sudah jelas memberi lampu hijau. Tapi ayatnya menegaskan jika sanggup adil, maka satu saja,” katanya menegaskan.

Ia mengutip hadis Rasulullah SAW, ‘di hari kiamat nanti, laki-laki yang tidak berlaku adil akan berjalan dengan berat sebelah badannya’.

Rasulullah SAW, kata Umi, tidak berpoligami hingga kemudian istri pertamanya, Khadijah meninggal dunia.

“Sesak dada saya memikirkan poligami di akhir zaman. Karena poligaminya tidak seperti Rasulullah. Saat ini fenomenanya orang poligami lebih kepada mengikuti hawa nafsu. Buktinya banyak terjadi penelantaran,” ucapnya.

Dia menuturkan, rata-rata saat ini yang berpoligami sulit untuk hidup dalam sakinah mawadah warahmah, karena terjadi penelantaran terhadap keluarganya.

“Anaknya di sana-sini, tapi tidak dipeduli sama ayahnya. Anaknya sakit, tapi si ayah tidak ada dan anaknya ini hanya diurus sama ibunya saja,” ungkapnya.

Sementara itu, Tgk Jamaluddin Thaib menilai, persoalan yang sering dibahas selama ini adalah kasus-kasus poligami yang gagal.

“Sejarahnya, para nabi banyak sekali yang berpoligami. Kalau kita terlalu menutup pintu poligami dengan alasan KDRT atau sebagainya, justru kita menjadi tidak adil, karena kita tidak memberi keadilan bagi perempuan lain yang ingin memiliki suami,” sebutnya.

Selain itu, di sisi lainnya, Tgk Jamaluddin juga menjelaskan fenomena praktik kawin kontrak yang menyengsarakan. Ada yang kemudian punya anak hasil kawin kontrak dan kemudian kontraknya habis, terpaksa melacurkan diri dan persoalan-persoalan lainnya. Oleh sebab itu, kata Tgk Jamal, fakta-fakta ini perlu dipikirkan.

“Kita, masyarakat Aceh jangan menutup pintu poligami ini. Sebenarnya poligami ini tidak perlu dianggap tabu. Ada yang gagal dan tidak pantas poligami, tapi ada juga orang berhasil karena mampu dan adil. Kalau kita mengambil kasus-kasus yang gagal saja, itu tidak adil, karena pada faktanya juga banyak kasus poligami yang berhasil,” ungkapnya.

Perlu dibahas

Sekjend ISAD Aceh, Dr Teuku  Zulkhairi mengatakan, kajian ini diselenggarakan lantaran di lapangan ditemui persoalan-persoalan terkait  poligami yang menimbulkan pro dan kontra di kehidupan masyarakat.

Di satu sisi, kata Zulkhairi, Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Syariatnya sebagai solusi dan alternatif berbagai masalah makhluk di bumi ini.

Tapi, juga ada masalah lainnya, di antaranya terkait realitas angka perceraian cukup tinggi. Kemudian, juga terdapat kasus-kasus pelaku poligami yang tidak menjalankan kewajibannya untuk berlaku adil terhadap keluarganya, termasuk membiayai anak-anaknya.

“Persoalan tersebut akhirnya menimbulkan anggapan bahwa poligami itu cenderung destruktif alias merusak. Akibatnya, muncul pandangan buruk terhadap pelaku poligami dan kepada syariat poligami itu sendiri,” katanya.

“Padahal, ada kaum adam yang berkecupan sehat jiwa dan mental, ketika ingin berpoligami masih ada saja hambatan dan mendapat tudingan miring,” katanya.

Masalah lainnya yaitu terkait pelecehan seksual di masa puber ke ketiga (usia senja), KDRT dan penyimpangan hasrat seksual (liwath dan homo) juga marak akhir-akhir ini.

“Melihat realitas ini, pengurus ISAD Aceh dan Tastafi Banda Aceh mengangkat masalah ini untuk dibahas dan dicarikan solusinya oleh para intelektual dayah untuk dipublikasikan kepada khalayak,” sebut Teuku Zulkhairi. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *