Galian C Ilegal di Keumala Kian Meresahkan, Jembatan Nyaris Ambruk

waktu baca 2 menit
Ilustrasi tambang pasir. [Pixabay]
banner 72x960

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Aktivitas Galian C di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Baro, Kecamatan Keumala, Pidie mulai mengancam fasilitas umum. Pengakuan warga, tiang jembatan penghubung di daerah itu mulai terkikis dan terancam ambruk.

Rusaknya jembatan yang dibangun dengan anggaran Rp16 miliar ini, diduga kuat lantaran aktivitas galian tersebut. Warga resah, apalagi diketahui kegiatan Galian C di sekitar aliran sungai di Keumala itu belum berizin, alias ilegal.

“Seharusnya Pemerintah Pidie melakukan penertiban dengan melibatkan aparatur penegak hukum,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Ahmad Shalihin, Selasa 11 Januari 2022.

Pemkab Pidie, kata dia, hanya membentang spanduk untuk melarang orang melakukan Galian C. Namun mereka dinilai abai menyadarkan masyarakat, bahwa ketika galian C yang diambil berdekatan dengan jembatan, bakal berdampak terhadap daya tahan jembatan.

“Ironisnya kekhawatiran tersebut sepertinya dianggap hal yang biasa oleh pemerintah setempat, sehingga menimbulkan daya rusak yang mengakibatkan longsor dan erosi, padahal perlu ada tindakan tegas dengan menertibkannya sebelum terjadi bencana,” keluhnya.

Sesuai Undang-Undang Nomor  3 Tahun 2020 mengenai pertambangan mineral dan batu bara, dinyatakan, Surat lzin Penambangan Batuan (SIPB) diberikan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis tertentu, atau untuk keperluan tertentu.

Selanjutnya, pada Pasal 35 (1) usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat, lalu (4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam aturan ini juga ditegaskan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

“Secara peraturan perudang-undangan, aparat penegak hukum sudah dapat melakukan penindakan terhadap pelaku Galian C ilegal tanpa ada laporan dari masyarakat, apalagi kegiatan pengambilan Galian C tersebut tidak dilaporkan kepada aparatur di tingkat kecamatan,” kata dia.

Ia kembali menegaskan, pemerintah tidak harus menerima pengaduan terlebih dahulu baru melakukan penindakan terhadap pelaku Galian C di Keumala.

“Maka menjadi aneh ketika pemerintah harus menunggu pengaduan,” tutupnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *