Etika Berdigital

waktu baca 4 menit
Taqwaddin. (Dok Ombudsman Aceh)
banner 72x960

Oleh: Dr Taqwaddin *)

DALAM penggunaan media digital, ada tiga masalah yang dibahas dalam catatan sederhana ini, yaitu pertama, apa itu etika digital? Kedua, bagaimana seharusnya etika berdigital? Dan yang ketiga bagaimana pengaturan dan sanksinya?.

Etika merupakan segala hal berkaitan dengan sikap, tindakan, dan perilaku yang dianggap sebagai suatu kebaikan/kebajikan. Etika menjadi dasar dari adanya hukum.

Misalnya, dalam suatu bis umum atau angkot yang penuh sesak, seorang anak muda dianggap beretika manakala mempersilakan seorang nenek tua untuk menduduki kursi yang ditempatinya.

Juga dianggap beretika, manakala seorang mahasiswa ber-HP dengan dosennya mengawali dengan ucapan salam dan selanjutnya menggunakan kata-kata yang sopan dan patut.

Digital merupakan segala hal berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi komunikasi.

Mengacu pada dua konsep di atas, maka menurut saya, etika digital dapat didefinisikan sebagai segala sikap, tindakan, dan perilaku yang baik dan tidak melanggar hukum dalam menggunakan teknologi informasi komunikasi.

Bagaimanakah seharusnya (etika) menggunakan alat teknologi informasi komunikasi melalui jaringan internet (digital)? Untuk menjawab pertanyaan dengan merujuk pada beberapa pendapat umum, ada beberapa sikap tindak yang patut dipedomani, yaitu:

1. Tidak menggunakan teknologi informasi untuk melakukan perbuatan melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2. Tidak memasuki sistem informasi orang lain secara ilegal.
3. Tidak memberikan user ID dan password kepada orang lain untuk masuk ke dalam sebuah sistem. Tidak diperkenankan pula untuk menggunakan user ID orang lain untuk masuk ke sebuah sistem.
4. Tidak mengganggu dan atau merusak sistem informasi orang lain dengan cara apa pun.
5. Menggunakan fasilitas teknologi informasi untuk melakukan hal yang bermanfaat.
6. Menggunakan alat pendukung teknologi informasi dengan bijaksana dan merawatnya dengan baik.
7. Menjunjung tinggi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Misalnya, pencantuman url website yang menjadi referensi tulisan kita baik di media cetak atau elektronik
8. Tetap bersikap sopan dan santun walaupun tidak bertatap muka secara langsung.
9. Menghargai perbedaan pendapat dalam berkomunikasi secara digital.

Selanjutnya, bagi para konsumen digital perlu pula diketahui aspek hukum dan aturan terkait penggunaan informasi teknologi komunikasi.

Pengaturan atau hukum terkait digital diatur dalam Undang-Undang (UU) 11/2008 yang dirubah dengamĀ  UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Lazimnya disingkat dengan UU ITE.

Dalam UU ITE terkandung ketentuan yang mengatur hukum materil dan hukum formil. Hukum materil mengatur tindakan atau perilaku orang yang semestinya dalam menggunakan ITE. Sedangkan hukum formil mengatur tentang oleh siapa dan bagaimana hukum materil tersebut ditegakkan. (Penyidik Polri, PPNS, menangkap, memeriksa, menahan, dan seterusnya).

Tidak semua undang-undang, di dalamnya mengatur hukum materil dan hukum formil sekaligus. Hanya untuk undang-undang tertentu saja.

Ada beberapa aturan larangan yang perlu diketahui oleh pengguna digital agar tidak dihukum. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 27 hingga Pasal 37 UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, yaitu antara lain :

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan; melanggar kesusilaan, perjudian, pemerasan dan/atau pengancaman, dihukum dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan untuk perbuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik, dipidana penjara empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta. Perbuatan ini merupakan delik aduan.

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dan dengan sengaja tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Kemudian, bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar.

Semoga catatan sederhana ini bermanfaat. []

*) Penulis Adalah Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *