Disbudpar Aceh Usul Tangis Dilo Jadi Warisan Budaya Tak Benda

waktu baca 2 menit
Tangis Dilo. (Foto: Dok. Theacehpost.com)
banner 72x960

PEMERINTAH Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh kembali mengusulkan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tahun 2021, salah satunya adalah tangis dilo, sebuah tradisi/budaya khas dari Kabupaten Aceh Tenggara.

Tangis dilo ini pada dasarnya berasal dari kebiasan tangisan kesedihan atau bisa dianggap sebagai tangisan perpisahan yang dilantunkan oleh kaum perempuan di Aceh Tenggara saat hendak melangsungkan prosesi pernikahan.

“Budaya ini merupakan seni tutur yang dilantunkan oleh calon pengantin wanita, yang nantinya setelah menikah akan ikut suami dan akan meninggalkan orang tua, saudara, juga sahabat,” ujar Hamidah, seniman atau ASN di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Tenggara saat ditemui Theacehpost.com, di rumah adat Kutacane, Aceh Tenggara, Selasa, 30 Maret 2021.

Ia menuturkan, bahwa tangis dilo ini merupakan seni tutur adat alas asli, yang berisikan dengan nasihat dari orang tua, saudara, juga sahabat yang akan ditinggalkan.

“Isinya nasihat dari orang tua yang meminta untuk patuh suami, berlaku sebagai istri yang baik, juga pesan dari sahabat yang menguatkan hati calon mempelai wanita yang akan tinggal dengan calon suami dan akan meninggalkan mereka, intinya semuanya itu pesan-pesan yang baik,” jelas Hamidah.

Sementara itu, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Tenggara, Thalib Akbar menuturkan bahwa sejarah tangis dilo ini lahir pada era 670 Masehi.

“Banyak orang alas melantunkan tangis dilo untuk pembentukan karakter, moral, dan  adat istiadat. Di dalam literatur sendiri tertulis dimulai intensif sejak tahun 1297, ketika Raja Lambing di tanah Karo masuk ke tanah Alas, dan dinobatkan menjadi raja pertama yang membawa kebudayaan ini,” jelas dia.

Ia mengatakan bahwa kebudayaan ini harus dipertahankan karena sangat penting dalam pembentukan karakter calon pengantin yang akan menikah.

“Tangis dilo ini memiliki pesan amanah supaya lebih semangat dalam menjalani kehidupan karena meninggalkan keluarga yang disayangi. Pentingnya dalam tangis dilo ini karena terdapat suatu pembinaan karakter sejak usia dini didalamnya,” ungkap Thalib.

“Dengan usulan WBTB (Warisan Budaya Tak Benda) ini, kami menyambut baik dan berharap agar Kemendikbud RI bisa segera menetapkannya, sehingga akan berdampak pada peningkatan pembinaan tentang kebudayaan tangis dilo ini, khususnya di kawasan Aceh Tenggara,” tutupnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *