Derita Tak Terperi Relawan RAPI, Akankah Ada yang Peduli?

waktu baca 3 menit
Mukhtaruddin yang didera tumor didampingi istrinya, Aisyah menjalani pengobatan alternatif dengan tetap berharap bisa sembuh dari penyakit yang menderanya. (Foto Ist)

DUA hari lalu, seorang relawan komunikasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Aceh yang kini sedang mengadu peruntungan di Jakarta, Saimun/JZ01BTL memposting sebuah foto sosok laki-laki muda terbaring tak berdaya. Di bagian leher kiri hingga ke dagu dan wajahnya terlihat benjolan besar. Tubuhnya kurus. “Beginilah kondisi CWM sekarang. Beliau sangat berharap kepedulian kita,” tulis Saimun dalam postingannya ke Theacehpost.com. Sosok CWM yang dia maksud adalah panggilan untuk Mukhtaruddin, relawan RAPI Aceh Utara dengan callsign JZ01CWM.

Ketika wawancara melalui telepon dengan Theacehpost.com, Kamis sore, 12 Agustus 2021, sosok relawan komunikasi yang di kalangan komunitas RAPI itu dikenal dengan panggilan CWM sedang berada di rumah seorang Teungku di Gampong Cot Calang, Kecamatan Sawang, Aceh Utara.

”Sudah dua hari saya di sini menjalani pengobatan,” ujar Mukhtaruddin, laki-laki berusia 33 tahun yang juga sering dipanggil Mukhtar itu dengan suara terbata-bata.

Di rumah Teungku yang mengobatinya, Mukhtar didampingi sang istri, Aisyah (25). Pasangan muda ini sudah dianugerahi seorang putri bernama Nayla Syafia Salsabila, berusia tiga tahun yang kini harus dirawat oleh sang nenek, di Gampong Tgk Di Banda Tek-tek, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, berjarak sekitar tiga jam bersepeda motor ke tempat dia berobat.

“Ibu mertua saya bernama Hamidah, janda yang bercerai dengan suami. Selama ini saya masih tinggal serumah dengan mertua,” ujar Mukhtar yang juga berasal dari Kecamatan Paya Bakong, Gampong Ceumpeudak.

banner 72x960

Ketua RAPI Aceh Utara, Tgk. M. Idris T, SE/JZ01CID membenarkan Mukhtar adalah relawan RAPI di wilayahnya yang mengalami sakit sejak beberapa bulan lalu.

“Atas nama Pengurus RAPI Aceh Utara kami sangat mengapresiasi jika ada yang membantu beliau untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan mengupayakan solusi pengobatan,” kata Tgk Idris.

Berawal dari sakit gigi

Ketika masih sehat, Mukhtar dikenal sangat aktif di Tim Reaksi Cepat (TRC) RAPI Aceh Utara. Penderitaan itu berawal pada November 2020.

Mukhtar menceritakan, pada awalnya dia mengalami keluhan sakit gigi disertai pembengkakan di bagian wajah (rahang).

Karena pembengkakan semakin lama semakin membesar, dia pun konsultasi dengan dokter di RSUD Aceh Utara di Buket Rata.

Menurut Mukhtar, tanpa melalui pengecekan mendalam, dokter bedah mulut mengambil tindakan mencabut sekaligus tiga gigi gerahamnya di bagian bawah. “Sejak itu pembengkakan semakin cepat membesar,” ujar CWM yang sesekali dibantu komunikasi oleh sang istri.

Dengan kondisi sakit yang nyaris tak tertanggungkan, Mukhtar diserahkan penanganan ke dokter lain. Namun dokter yang menanganinya mengatakan, kalau saja tidak diganggu giginya, sudah bisa dioperasi. “Kalau sudah begini, satu-satunya tindakan adalah melalui kemoterapi,” kata Mukhtar mengutip penjelasan dokter.

Menurut analisa medis, penyakit yang mendera Mukhtar adalah tumor sehingga harus menjalani kemoterapi minimal enam kali.

“Namun yang sanggup saya jalani hanya sekali. Karena setiap selesai kemo, saya merasakan sakit luar biasa, tubuh saya seperti tak mampu digerakkan,” katanya.

Berobat alternatif

Menurut pengakuan Mukhtar, karena tak tahan menjalami kemo, akhirnya dia berobat kampung (alternatif) pada seorang Teungku di   Gampong Cot Calang, Kecamatan Sawang, Aceh Utara.

“Saya dirawat inap di sini. Saya harus bayar penginapan Rp 20.000 semalam karena berdua dengan istri, belum termasuk sedekah untuk Teungku. Minimal saya harus bertahan sebulan di sini agar cepat sembuh,” kata Mukhtar dengan nada suara penuh harap.

Tak bisa lagi cari nafkah

Ketika kondisinya masih sehat, Mukhtar selain dikenal sebagai relawan RAPI juga bekerja sebagai fotografer yang jasanya sering digunakan pada acara wedding.

“Kini saya tak bisa lagi mencari nafkah. Untuk membayar biaya penginapan di tempat berobat alternatif ini saja saya sudah hampir nggak mampu. Kebutuhan kami bergantung dari keluarga yang bisa membantu seadanya dan belas kasihan orang lain,” demikian ucapan lirih Mukhtar. []

 

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *