Ayah Min Cot Trueng: Potong Antrean Haji karena Dibantu ‘Orang Dalam’ Haram

waktu baca 2 menit
Ulama Aceh, Ayah Min Cot Trueng mengisi kajian Tastafi di Masjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Jumat, 24 Juni 2022, malam. (Foto: Kiriman Warga)
banner 72x960

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Majelis Pengajian, Zikir Tastafi (Tasawuf, Tauhid dan Fiqh) di Masjid Raya Baiturahman (MRB), Jumat, 24 Juni 2022, malam, diisi oleh ulama Pimpinan Dayah Raudhatul Ma’arif Al-Aziziya, Tgk H Muhammad Amin atau akrab disapa Ayah Min Cot Trueng.

Adapun tema kajian kali ini membahas soal ibadah haji dan kurban. Para jamaah terlihat antusias dan merespons positif pada tema yang diangkat.

Ada jamaah yang menanyakan tentang hukum pemotongan jadwal antrean jamaah calon haji atau dipercepat waktunya karena bantuan relasi atau ‘orang dalam’.

“Jika ada calon jamaah haji menzalimi orang lain dengan memotong atau mempercepat jadwal antrean keberangkatan hajinya karena bantuan ‘orang dalam’, maka hajinya haram. Jangankan mabrur (diterima), dikerjakannya saja sudah dilarang, kecuali pemilik porsi kursi haji ikhlas dan rida,” kata Ayah Min menjawab pertanyaan jamaah.

“Tapi apa mungkin diridai?,” tanya Ayah, perkuat ketidakbolehan haji dengan cara memotong antrean jadwal calon jamaah haji.

Selain itu, ada juga jamaah yang menanyakan soal hukum kurban meuripe (patungan atau sumbangan) di sekolah dan berkurban dalam mazhab syafi’i untuk orang yang telah wafat tanpa wasiat.

Dari dua pertanyaan tersebut, Ayah Min memberi hilah (rekayasa) hukum agar syiar dan ibadah kurban untuk orang yang telah tiada bisa dilaksanakan.

“Untuk meuripe boleh. Orang yang berinfak mengiklaskan untuk satu orang yang menyembelih atas namanya, setelah disembelih, diniatkan pahala kepada semua pemberi infak dan sumbangan. Begitu juga untuk orang yang telah wafat, disembelih atas nama dirinya, kemudian diniatkan pahala kepada orang yang dimaksud,” ucapnya.

Menurut Ayah Min, hal tersebut adalah penting lantaran ibadah kurban mesti ada niat, kalau sedekah biasa tidak perlu. Oleh karena itu, kata dia, harus ada wakalah (diberi perwakilan) secara lafaz serta tidak boleh isyarat, kecuali bisu.

Selain itu, salah seorang jamaah juga ada yang bertanya tentang ciri-ciri haji mabrur.

“Jika sudah cukup rukun haji dan wajib haji, insyallah kemabrurannya bisa dilihat dari akhlaknya. Jika bertambah baik atau kurang maksiat dari sebelum dia haji, maka itu tanda-tanda diterima haji (mabrur), namun jika maksiat lebih parah dari sebelum pergi haji, maka pertanda hajinya tidak mabrur,” jawab Ayah Min.

Abu Mudi berhalangan

Ketua Pengajian Tastadi di MRB, Tgk Marwan Yusuf mengatakan alasan Tgk H Hasanoel Basri HG (Abu Mudi) tidak bisa mengisi kajian pada malam itu.

“Berdasarkan arahan dokter pribadinya (Abu Mudi), beliau tidak diperkenankan beraktivitas dan bepergian jauh untuk sementara waktu. Semoga pada kajian mendatang di tanggal 29 Juli 2022, Abu kembali mengisi kajian seperti biasa,” ucapnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *