Asa Perempuan di Samar Kilang Hidupkan Ekonomi Masyarakat

waktu baca 4 menit
Kelompok perempuan di Samar Kilang Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah mengolah umbi-umbian janeng dan aren yang merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) daerah setempat menjadi produk ekonomis yang siap dipasarkan. [Dok. Katahati Institute]
banner 72x960

Theacehpost.com | SAMAR KILANG – Kelompok perempuan di Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah berhasil mengembangkan umbi-umbian janeng dan aren yang merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) daerah setempat menjadi produk ekonomis yang siap dipasarkan.

Produk ini merupakan hasil kerja sama komunitas perempuan Samar Kilang yang tinggal di kawasan pinggiran hutan ekosistem Leuser, didampingi lembaga Katahati Institute.

Direktur Katahati, Raihal Fajri dalam keterangannya seusai peresmian produk janeng dan aren Samar Kilang ini, Selasa 25 Januari 2022 mengatakan, sebagai kawasan yang berbatasan langsung dengan Aceh Utara, kawasan Samar Kilang sebenarnya punya banyak potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

Di antaranya, janeng atau ubi hutan (Dioscorea hispida Dents) dan aren (Arenga pinnata). Namun, selama ini masyarakatnya belum mengetahui potensi ekonomi dari tanaman-tanaman tersebut.

“Karena belum tahu, masyarakat membiarkan saja tanaman itu tumbuh dan menjadi semak-semak, padahal selain dapat dikonsumsi dan bernilai ekonomi, juga memiliki nilai histori yang menarik,” ungkap Raihal.

Tumbuhan janeng, salah satunya. Dulu masyarakat Samar Kilang pernah menjadikan umbi-umbian itu sebagai makanan pokok saat mereka dilanda kemarau dan gagal panen tahun 1970-an.

“Selain itu, janeng ini juga menjadi makanan pejuang Aceh saat bergerilya di dalam hutan melawan pasukan Belanda. Selain itu juga pernah menjadi makanan utama pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM),” ujar Raihal.

Selama ini, konsumsi janeng dan aren masih sebatas di tengah masyarakat Samar Kilang saja, dan tidak dijual keluar Kecamatan Syiah Utama. Begitu juga dengan aren, airnya hanya diolah warga setempat menjadi gula tampang, padahal juga bisa diolah menjadi bubuk dan dalam bentuk manisan.

“Banyak potensi yang dapat dikembangkan dan bernilai ekonomi tinggi, namun pengolahan, pengepakan dan pemasaran belum baik,” kata Raihal lagi.

Didukung Kedutaaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, Katahati Institute membantu perempuan di Samar Kilang mengolah hasil hutan non kayu tersebut menjadi bernilai dan menarik di pasaran.

“Penjualan selain dilakukan dengan cara offline, kelompok-kelompok perempuan ini juga dilatih bagaimana berjualan dengan online dengan menggunakan market place yang ada,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Bener Meriah, Dailami dalam sambutannya berterima kasih kepada Katahati Institute dan Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste melalui The Canada Fund for Local Initiatives (CLFI) yang telah membantu mendampingi kelompok perempuan di Syiah Utama.

“Kami patut berterima kasih karena pendampingan ini telah terbentuk kelompok perempuan yang paham dengan cara meningkatkan ekonomi dan manfaatnya akan dirasakan adalah akan meningkatkan produktivitas masyarakat di sini,” sebut Dailami.

Ia berharap kelompok perempuan ini menjadi contoh kepada daerah lain di Bener Meriah dalam memberdayakan masyarakat.

“Kelompok perempuan ini akan menjadi pelopor bagi daerah-daerah lain dalam memberdayakan masyarakat, khususnya dalam mengembangkan pengetahuan terkait potensi wilayah dan usaha serta untuk pengolahan hasil hutan bukan kayu,” tambah Dailami.

Kegiatan ini juga harus diberikan apresiasi karena masyarakat telah berusaha mandiri melalui hasil dan potensi yang ada di daerahnya. “Dan ini telah kita harapkan terbentuk sejak lama, dan tidak hanya ada di Samar Kilang,” sambungnya.

Sementara itu Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dalam pernyataan tertulis yang dibacakan oleh Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Aceh, Amirullah menyebutkan, pihaknya menyambut baik peluncuran pusat usaha dan pengetahuan hasil hutan bukan kayu di Samar Kilang ini.

“Harapan kita, semangat ini dapat mendorong perempuan Samar Kilang semakin berdaya secara ekonomi, sehingga kaum perempuan di daerah ini, di samping dapat mengoptimalkan sumber daya alam lokal, juga dapat pula membantu peningkatan ekonomi keluarga,” ujar Nova Iriansyah.

Ia menambahkan, saat ini, tercatat ada sekitar 565 jenis hasil hutan bukan kayu di Indonesia yang dapat dimanfaatkan dan diolah oleh masyarakat. Ada beberapa di antaranya yang cukup familiar dan menjadi produksi komoditas strategis serta berpotensi untuk dikembangkan. Jenis-jenis HHBK tersebut antara lain getah kayu, bambu, rotan damar, buah-buahan, dan madu.

“Namun demikian, pemanfaatan HHBK harus dilaksanakan dengan cermat, agar tidak menuai permasalahan. Permasalahan ini kerap muncul, ketika produk-produknya bergeser menjadi komoditi perdagangan dalam skala besar,” ungkap Nova.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *