Anggota DPRA: Kemiskinan Aceh Bukan Soal Angka, tetapi Kinerja

waktu baca 3 menit
Anggota DPRA, Bardan Sahidi. (Foto: IST)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Bardan Sahidi menangapi pernyataan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh, T Ahmad Dadek yang menyebutkan salah satu penyebab meningkatnya angka kemiskinan di tanah rencong.

“Pandemi menjadi penyebab angka kemiskinan di Aceh meningkat. Namun Aceh lebih baik dari rata-rata nasional, ini Kepala Bappeda Aceh tak cukup referensi dan tak lengkap membaca data. Ini bukan soal angka, tetapi kinerja,” kata Bardan Sahidi, Kamis, 18 Februari 2021.

Sederhananya, kata Bardan, selama Aceh dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (ABPA) serta dana otonomi khusus (Otsus), dana bagi hasil migas, dan Tambahan Dana Bagi Hasil (TDBH) Migas, angka kemiskinan di provisi ini tak kunjung turun.

“Tentunya ada yang salah dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan di Aceh,” sebut Bardan, anggota DPRA dari Fraksi PKS itu.

Menurutnya, perencanaan pembangunan Aceh, hilang fokus dan lokus, serta tidak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

banner 72x960

Ia mencontohkan seperti pembangunan talud penahan ombak jetty pemasangan batu gajah di sepanjang pantai.

“Apa korelasinya dengan penangulangan kemiskinan dan pembangunan embung. Dengan merusak bentangan alam mengambil batu gunung diangkut ke pantai. Sunnatullahnya ini mengganggu lingkungan. Batu gunung dikeruk ketika hujan menyebabkan tanah longsor dan banjir. Embung untuk kawasan tadah hujan di area kawasan hutan yang rusak (deforestasi),” tuturnya.

Munculnya usulan kegiatan pembangunan oleh pemerintah Aceh yang berorientasi pada proyek dengan keuntungan pada kelompok-kelompok tertentu yang punya akses terhadap penguasa juga menjadi penyebab.

“Disparitas, kesenjangan sosial sangat tinggi di Aceh. Terlihat di antara rumah megah dengan gubuk, kendaraan mewah dengan sepeda tua pengais rezeki ‘Si Papa’ acap terlihat di sepanjang jalan,” katanya.

Baca juga: Ini Penjelasan Pemerintah Aceh Terkait Status Provinsi Termiskin di Sumatera

Tak hanya itu, lanjut Bardan, menjamurnya pengemis dengan berbagai latar belakang sosial saban terlihat di sepanjang pertokaan dan kafe di Kota Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh.

“17 triliun lebih APBA bila dibagi dengan lima juta jiwa penduduk Aceh di 23 kabupaten kota kiranya dapat mengatasi persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial,” sebutnya.

Perjalan tahun keempat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM ) Aceh ini lagi-lagi salah fokus dan locus.

“Di DPR Aceh kami evalusi kembali pelaksanaannya pada semua Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA),” kata anggota dewan asal Aceh Tengah itu.

Baca juga: Pengamat: Aceh Miskin karena Salah Kebijakan

Bardan juga menjelaskan, data pokok Badan Pusat Statistik adalah data akdemis dari hasil sensus, demikian juga seperi dari Bank Indonesia (BI).

Selain itu, Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) juga masih menempatkan Aceh sebagai provinsi dengan laju pertumbahan ekonomi paling rendah dengan penduduk miskin paling tinggi di Sumatera.

“Demikian juga data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Aceh adalah daerah yang tidak ramah investasi. Saya meyakinani data ini,” imbuhnya.

“Langkah kongkrit lah, pemerintah harus evaluasi RPJM dan RAPBA 2022 dengan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan keluarga (income per kapita), ekonomi produktif UMKM dan koperasi,” pungkasnya. []

Baca juga: Kemiskinan dan Demokrasi Aceh

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *