Abuya Muhibuddin Tokoh Ushul Fiqh dan Pelopor Tafaqquh Fiddin di Timur Tengah

waktu baca 4 menit
Abuya Prof Dr H Tgk Muhibbuddin Waly Al-Khalidy.
banner 72x960

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Majelis Pengajian Tasawuf, Tauhid dan Fiqh (Tastafi) dan Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) dan HIPSI Aceh menyelenggarakan pengajian rutin bulanan membahas sosok ulama besar dalam sejarah Aceh.

Pengajian rutin yang berlangsung pada Rabu, 21 Desember 2022 di Hotel Kriyad ini mengambil tema “Sosok Abuya Professor Dr H Tgk Muhibbuddin Waly Al-Khalidy Pelopor Tafaquh Fiddin di Timur Tengah”.

Hadir sebagai narasumber pengajian ini yaitu Drs H Hidayat M Waly, putra Abuya Muhibbuddin, Dr H Tgk Awwalu Zikri Zailani Lc MA, Doktor Fiqh Muqaran Al-Azhar, Mesir, Tgk H M Fadhil Rahmi Lc MA, Senator Aceh dan Alumni Al-Azhar, Mesir, dan Tgk Mustafa Husen Woyla, Ketua Umum DPP ISAD Aceh, Alumni Dayah Darul Muarrif, sekaligus guru Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee.

Tgk Zikri, mengatakan, di Perpustakaan Ulumul Quran, Langsa, dirinya membaca buku, di antaranya buku berjudul Ayah Kami, karangan Abuya Prof.  Nasihat dalam buku tersebut yakni anjuran membaca tiga kitab penting, yaitu, Lanah at-Thalibin, Al-Hikam, dan Risalah Qusyairiyah, kitab yang banyak cerita para aulia Allah.

“Saya tidak meragukan beliau pernah di Mesir. Cuma ada sanad sirah yang terputus antara Abuya Prof (begitu jamak panggilannya) dengan generasi berikutnya. Tersebab hal inilah ada segilintir alumni Al-Azhar tidak mendapat bukti kuat terhadap doktoral-nya,” terang Tgk Zikri, yang juga Pimpinan Dayah Darul Faqih Qur’ani, Langsa ini.

Tgk Zikri mengatakan, pernah dua kali dirinya melihat disertasi Abuya Prof, dengan judul Al-Ijtihad fi al-Fiqh al-Islamiy atau Ijtihad dalam Fikih Islam, setebal 913 halaman, ditulis dengan gaya penulisan atau ushlub Bahasa Arab yang tinggi dan indah.

Masih menurut, Tgk Zikri, sosok Abuya Prof adalah pemikir moderat, tetap menghargai ruang ijtihad pada masalah fiqh. Tetapi pada prinsip dalam masalah yang masih ada khilafiyah.

Adapun pada masalah yang sudah ijma’ (konsesus) ulama, Abuya Prof tidak akan melangkahinya. Maka Abuya Prof sangat anti kepada orang dengan tidak beretika mengatakan, pendapat saya sama dengan pendapat imam empat mazhab.

Tgk Fadhil Rahmi, memohon maaf, ketika kepemimpinannya di IKAT “lupa” bahwa Abuya Prof sebagai seniornya. Bahkan ketika dirinya ikut kajian Abuya Prof di Langsa, juga tidak tahu bahwa Abuya Prof pernah menimba ilmu di negeri seribu menara tersebut. Alasannya sama yang diungkap Tgk Zikri, adanya putus sanad sirah keradaan beliau di Mesir.

“Tapi untuk “menebus” semua ini, saya ajak dan sepakat dengan ketua Umum DPP ISAD Aceh, Tgk Mustafa Woyla, untuk mempublikasi dan menyosialisasikan bukti-bukti berupa naskah disertasi dan dokumentasi foto, dalam bentuk kajian ilmiah seperti malam ini,” tuturnya.

Abuya Prof adalah sosok tokoh yang langka dan sulit dicari pengantinya, yang moderat, menjadi penasehat presiden, menjadi anggota DPR RI. Di dunia pendidikan Abuya Prof mendapat gelar akademik tertinggi, yaitu professor dan mengajar di Masjid Istiqalal Jakarta, juga di berbagai universitas ternama di negara-negara  Asia Tenggara.

Abi Hidayat Waly, menjelaskan, osok Abuya Prof itu sangat santun dan demokrasi dalam mendidik anak. “Kami diarahkan sesuai pendidikan bakat dan minat yang kami mau. Ada yang jadi dokter, sarjana hukum, sarjana ekonomi, dan juga tafaquh fiddi di dayah,” lanjut Abi Hidayat

Abuya Prof, kata Abi Hidayat, sangat gemar membaca. Bahkan dalam perjalananpun membawa dan baca buku. Jika ada rezeki, selain belanja dan diberikan kepada anaknya, Abuya Prof menyisihkan tabungan untuk membeli buku atau kitab.

“Bahkan beliau pernah berkata, sSaya cukup bahagia menghabiskan waktu dengan kitab dan buku-buku bacaan saya,” Abi Hidayat.

Tgk Mustafa Husen Woyla ketum DPP ISAD Aceh, memperjelas kajian peuglah punca ini dan mengurai benang kusut dan pucuk pangkal adanya putus sanad sirah. Katanya, Abuya Prof menyelesaikan disertasi doktorolnya pada tahun 1969.

Sementara Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) belum terbentuk, baru lima tahun kemudian, yakni tahun 1974 M didirikan.

“Jadi, tanpa berburuk sangka kepada siapapun, itulah sebab sosok Abuya Prof tidak dikenal pada keluarga mahasiswa Aceh di Kairo. Karena memang belum ada perkumpulan persatuannya,” tandasnya.

Baru setelah anak Abuya Prof, Tgk Habibi Waly pada tahun 2019 berhasil mengambil disertasi dan mendapatkan izin diperbanyak dari perpustakaan Jamiah Al-Azhar. Setelah itu, KMA dan sebagian besar IKAT Aceh mengakui Abuya Prof bagian dari alumni timur tengah.

“Bagi kami ISAD, sosok Abuya Prof, selain sebagai pendiri ISAD juga sebagai ulama, cendikia, mursyid, dan pelopor hijrahnya insan dayah ke dunia akademisi,” jelasnya.

Kajian tersebut merupakan rangkaian Haul Abuya Prof XI, dihadiri oleh 150 orang dari berbagai tokoh dan semua unsur, baik dari santri dan mahasiswa serta para akademisi. Bahkan ada tamu istimewa dari Tunisia, Asy-Syaikh Badruddin Asy-Syabi, Dr Al-Habib Yasiin Al-Hasany, Muhaddits-‘Alamiyah Ziyad Al-Khamiri, dan Muhammad Mukhtar Al-Mahmudy. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *