Labi-labi, Transportasi Unik yang Hanya Ada di Aceh, Riwayatmu Kini

waktu baca 2 menit

LABI-LABI yang akan kita bicarakan adalah sejenis moda transportasi yang sangat unik dari Aceh.

Bisa jadi di daerah lain juga memiliki transportasi angkutan orang namun tidak sefenomenal labi-labi di Aceh.

Labi-labi mulai dikenal dan menjadi kebutuhan transportasi masyarakat Aceh, terutama di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar sejak akhir 1970-an.

Jenis kendaraan yang digunakan pada masa itu adalah pick-up yang dimodifikasi untuk mengangkut penumpang.

Meskipun kapasitas mesin hanya 500 cc namun daya angkut mencapai 11 orang dengan posisi tempat duduk deret memanjang (formasi penumpang duduk berhadapan) plus satu orang di ruang kemudi (samping sopir).

banner 72x960

Di tengah semakin tergantungnya masyarakat pada moda transportasi jenis ini, para pengusaha pun berlomba menyediakan mobil jenis terbaru plus kenyamanan.

Maka, memasuki era 1980-an, trend menggunakan mobil jenis Hijet-55 dengan kapasitas mesin 550 cc yang mampu memuat penumpang 14 orang semakin meningkat.

Bahkan, dalam waktu tak berselang lama, pabrikan Daihatsu kembali meluncurkan Hijet-1000 sehingga pengusaha labi-labi di Aceh berlomba memperbarui armada mereka.

Selain bisa memuat 16 penumpang, kapasitas mesin Hijet-1000 juga mencapai 1.000 cc.

Memasuki tahun 1990, modernisasi labi-labi terus berlanjut. Ini tak lepas dari makin tingginya kebutuhan masyarakat dengan moda transportasi yang satu ini.

Meski dalam era tersebut, Damri mulai beroperasi pada beberapa lintasan.

Labi-labi mampu menghadapi persaingan dengan Damri karena keunggulan si ‘mungil’ membuka trayek ke hampir semua jalur, seperti di Banda Aceh dan Aceh Besar.

Fenomena ini berlanjut hingga memasuki tahun 2000.

Sejak awal 2000, labi-labi terus ‘digusur’ oleh berbagai pilihan transportasi lain, termasuk taksi.

Pada era ini juga sepeda motor sebagai kendaraan pribadi semakin menjamur karena dibukanya kran kredit sepeda motor dengan DP sangat ringan.

Dengan uang Rp 1 juta sudah bisa membawa pulang sepeda motor. Transportasi massal seperti labi-labih mulai terengah-engah.

Pascatsunami hingga 10 tahun kemudian, menjadi masa-masa sangat sulit bagi labi-labi.

Puncaknya pada 2016 ketika transportasi berbasis aplikasi mulai masuk Aceh (Banda Aceh).

Satu per satu labi-labi digudangkan atau dimodifikasi menjadi pick-up.

Terminal Keudah, Banda Aceh yang dibangun khusus untuk labi-labi menjadi telantar.

Di jalanan pun tak terlihat lagi lalu-lalang labi-labi.

Tak ada lagi teriakan kondektur, “Lhoknga, Lhoknga… Lamteumen-Ajuen, Salam-Salam.”

Labi-labi kini menjadi sejarah. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *