KIP Aceh Tetapkan Status TMS, Bustami Hamzah: Ini Penzaliman, Kami Akan Melawan

Bapaslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2024, Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi, akan menggugat keputusan KIP Aceh yang dinilainya sangat menzalimi dan hanya menguntungkan sekelompok pihak. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2024, Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi, merespons keras keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang memutuskan pasangan ini berstatus Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

banner 72x960

Atas hal tersebut, Bustami dan Fadhil Rahmi, keduanya menyampaikan akan melawan keputusan tersebut dengan menempuh jalur hukum, karena keputusan tersebut dinilainya sebagai bentuk penzaliman.

Calon Gubernur Aceh, Bustami Hamzah menegaskan, keputusan KIP Aceh sangat tidak objektif, terkesan mengada-ngada dan cenderung hanya menguntungkan pihak tertentu saja.

“Ini penzaliman. Kami akan melawan keputusan ini,” kata Bustami Hamzah yang didampingi Cawagubnya, Fadhil Rahmi, Banda Aceh, Minggu (22/9/2024).

Adapun bentuk perlawanan yang akan dilakukan pasangan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi ialah dengan melaporkan keputusan KIP Aceh itu ke Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh, menggugat ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN), melaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta menggugat seluruh komisioner KIP Aceh ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta.

Bustami menegaskan, status TMS yang ditetapkan oleh KIP Aceh kepada dirinya dan pasangannya sebagai bentuk penggiringan untuk menciptakan Pasangan Calon (Paslon) tunggal di Pilkada 2024.

“Ini rencana busuk yang sengaja dilakukan oleh kelompok tertentu untuk membuat Pilkada di Aceh hanya ada satu calon tunggal,” tegas Bustami Hamzah.

Menurutnya, upaya penggiringan ke arah calon tunggal tersebut dapat dibuktikan saat hendak melakukan penandatangan kesepakatan MoU Helsinki pada 10 September 2024, tapi tidak diberi kesempatan oleh pimpinan DPR Aceh. Alasannya karena pada saat itu dirinya tidak membawa pasangan ke gedung dewan.

“Saya tidak diizinkan melakukan tanda tangan karena tidak membawa pasangan saya, almarhum Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab (Tu Sop). Logikanya, bagaimana cara saya membawa almarhum yang sudah meninggal dunia ke gedung dewan. Aneh sekali bukan,” ujar Bustami Hamzah dengan perasaan sangat kecewa.

Kemudian, jelas Bustami, dalam sidang paripurna tersebut juga disampaikan bahwa DPR Aceh akan menjadwalkan ulang acara penandatanganan MoU Helsinki pada kesempatan lain setelah dirinya mendapat calon pengganti untuk Cawagub Aceh.

“Namun hal itu tidak pernah dilakukan hingga sampai batas waktu yang ditetapkan,” kata Bustami.

Berkaca dari kejadian tersebut, Bustami menilai bahwa cara-cara seperti itu adalah kelas murahan. Sekelompok pihak telah menunjukkan praktek ‘menghalalkan’ segala cara untuk  mendapatkan kekuasaan.

“Sekarang saya harus katakan bahwa saya hamba Allah yang tidak menyerah dan takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah Swt. Insyaallah, Allah Swt bersama kita,” tutup Bustami. (Akhyar)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook